BNNK Minta Desa Adat Buat Perarem untuk Perangi Narkoba

Singaraja, koranbuleleng.com │ Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Buleleng menyebut hampir setiap kecamatan berada pada zona merah peredaran narkoba. 

BNNK Buleleng mendorong seluruh desa agar membuat peraturan adat (perarem) serta peraturan desa (Perdes). Sejauh ini dari 169 desa adat yang ada di Buleleng, hanya 59 desa adat yang telah membuat perarem terkait penggunaan narkoba.  

- Advertisement -

Kepala BNNK Buleleng, AKBP I Gede Astawa mengatakan, sejak Januari 2022 hingga saat ini, sebanyak 60 orang pengguna narkoba direhabilitasi oleh BNNK Buleleng. Meningkat dibandingkan tahun 2021 yang hanya berjumlah 53 orang.

Melihat kasus rehab yang terus bertambah, BNNK pun berupaya agar setiap desa adat membuat perarem seperti di desa adat Sangsit sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba yang terus meningkat.

Saat ini, perarem yang dilakukan di desa Sangsit menurut BNNK sudah sangat membantu. Dimana Masyarakat Desa Sangsit yang kedapatan sekali mengkonsumsi narkoba maka dikenakan sanksi berupa mecaru di desa. Sementara apabila dua kali kedapatan mengkonsumsi narkoba akan dikenakan denda beras, dan ketiga kali akan dikenakan sanksi berupa dikeluarkan dari desa.

“Sejak ada perarem itu, tercatat ada 57 warganya yang akhirnya lapor diri ke BNNK untuk direhab. Jadi kami harap desa yang lain juga mau berkomitmen seperti itu,” kata Astawa. Rabu 28 September 2022

- Advertisement -

Sejak BNNK ada di Buleleng, tercatat sudah ada 271 pengguna narkotika yang direhabilitasi.  Rehab ini sebagian besar dilakukan oleh para pengguna bukan atas keinginan sendiri, melainkan desakan keluarga.

“Padahal jika bersedia kami rehab, tidak akan diproses hukum dan identitas dirahasiakan. Jadi kami pikir masih banyak sekali pengguna di luar sana yang tidak berani ke BNNK.” imbuhnya

Program rehabilitasi ini juga diakui tidak menjamin pengguna untuk berhenti total mengonsumsi sabu. Terbukti masih ada pengguna narkotika yang sudah menjalani rehabilitasi  kembali mengonsumsi sabu.

Hal ini karena ada beberapa faktor yakni lingkungan dan juga tidak ada komitmen dari diri sendiri yang tidak mau berubah.  

“Jadi harus komitmen juga. Selain itu peran desa adat juga penting, selain membuat takut untuk menggunakan narkoba, para pengedar pun  pasti berpikir dua kali untuk melakukan aksinya karena sudah ada aturan jelas” tutupnya. │ET│

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts