Singaraja, koranbuleleng.com | Saat menyambangi rumahnya di Dusun Ancak, Desa Bungkulan, I Nyoman Suma Argawa sedang disibukkan memahat sebuah topeng atau tapel berukuran besar. Suma Argawa, dikenal sebagai salah satu seniman tapel Buleleng. Dia adalah pensiunan pegawai negeri yang pernah bertugas di Pemkab Buleleng.
Tapel besar yang dibuat itu adalah tapel Gajah Mada, seorang patih besar dari era Kerajaan Majapahit. Rencananya, tapel ini akan dibawa ke Belanda untuk dipamerkan. Suma juga berencana memboyong sejumlah lukisan hasil karyanya. Suma, Memang seniman serba bisa. Selain sebagai pembuat tapel dan pelukis, dia juga seorang penari.
“Topeng ini dibuat untuk dipamerkan ke Belanda, bersama lukisan-lukisan yang sudah sebelumnya saya buat” ucapnya mengawali perbincangan.
Di balik kesuksesan I Nyoman Suma Argawa sebagai seorang seniman memang dibutuhkan kerja keras dalam setiap karya-karya yang dibuatnya. Jiwa seni yang dimiliki pria yang kerap disapa Suma ini memang sudah terlihat sejak dini. Keteguhannya menggeluti seni sejak masih anak-anak membuatnya kini meraih kesuksesan. Tak hanya goresan tangan pada kanvas seni yang ia miliki, Seni Ukir, dan Penari Topeng juga sangat lihai ia perankan.
Seniman yang lahir di Desa Bungkulan, 15 November 1956 merupakan seorang seniman yang pernah menempuh pendidikan seni rupa di STSRI Jogjakarta.
Tema yang sering Dia hadirkan kedalam karyanya terkait dengan Tri Hita Karana. Karyanya kerap menggunakan gaya ekspresif, naturalis dan dekoratif, bahkan terkadang gaya-gaya tersebut digabung dalam satu media.
Ia sadar akan bakat yang ia miliki mesti terus diasah. Sempat menemui kesulitan dalam proses berkarya tak membuat ia lantas menyerah. Semakin hari semakin terus berusaha hingga akhirnya karya-karya yang ia hasilkan sudah tidak dapat diragukan lagi. Terbukti bergudang prestasi sudah pernah ia raih dari penghargaan Bupati hingga Gubernur.
“Pernah gagal bikin topeng, hingga sampai 3 kali, tapi tiang tidak nyerah, sampe akhirnya karya saya sudah banyak yang memesan, ya harus butuh ketekunan” ujar Suma Argawa.
Suma pernah meraih penghargaan topeng tua terbaik di Bali tahun 1991, juga mendapat penghargaan seni kriya asri Yogyakarta, penghargaan sebagai penari dalam misi kesenian ke Jeju, Korea Selatan, serta penghargaan partisipasi pameran seni lukis 2016 dan beberapa penghargaan atas sumbangsihnya dalam Pesta Kesenian Bali.
Karya-karya yang dihasilkan tidak selalu berpatokan terhadap waktu, ia menegaskan yang terpenting dari sebuah karya adalah kualitas bukan kuantitas. Proses pengerjaan karya, kata pria yang memiliki 2 anak ini, adalah selalu mementingkan hari baik untuk mengawali dalam berkarya.
“Yang paling penting itu kualitas karya, untuk waktu pengerjaan tiang relative, kalau di rasa sudah baik, disitu baru selesai, dan yang tiang tak pernah lupakan adalah setiap karya seni yang saya buat harus ada dewase” sambungnya
Di singgung berapa harga dari setiap karya seni yang dibuatnya, pria yang pernah menjadi PNS di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ini tak terlalu mematok harga. Memang setiap perjalanan dalam pameran yang digelarnya selalu saja ada yang minat untuk membeli karyanya.
“Harga yang paling tinggi untuk saat ini ada yang 50 juta, banyak karya tiang sudah diambil oleh orang-orang yang terkenal, seperti ibu Megawati,” imbuh Suma Argawa. |Edi Toro|