Wakil Rektor II Undiksha Singaraja Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd |FOTO : Komang Yuda|
Singaraja, koranbuleleng.com | Sejak wabah COVID 19 merebak di masyarakat, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan di berbagai sektor aktivitas kehidupan sosial-kemasyarakatan. Tidak terkecuali, terhadap dunia Pendidikan. Status kedaruratan nasional perlahan merubah segala kegiatan. Aktivitas belajar-mengajar beralih dari tatap muka ke sistem daring hingga beberapa bulan lamanya.
Namun beberapa waktu belakangan ini, pemerintah kembali membuka peluang kebijkan terbaru, khusunya dalam dunia Pendidikan. Aktifitas yang awalnya belajar secara daring, kini akan dibuka kembali sesuai tatanan kehidupan terbaru atau yang sering disebut dengan New Normal.
Sementara Bali kini digadang – gadang menjadi daerah percontohan penerapan kebijiakan new normal, mulai dari kegiatan pariwisata bahkan hingga sampai ke dunia pendidikan. Namun pertanyaannya, siapkah Lembaga Pendidikan di Bali, khususnya kabupaten Buleleng menerapkan kebijakan tersebut??
Banyak kalangan yang menilai, kebijakan yang diambil pemerintah saat ini, bagaikan buah simalakama. Satu sisi untuk kepentingan ekonomi dan pendidikan, namun disisi lain untuk kemajuan generasi muda kedepaannya di dunia Pendidikan.
Wakil Rektor II Undiksha Singaraja Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd., menilai kebijakan tatanan terbaru dalam dunia pendidikan ini perlu kajian yang mendalam dan konferehensip, karena new normal di dalam dunia pendidikan tidak bisa disamakan dengan new normal yang laiinya.
“Dalam dunia Pendidikan ada berbagai pihak khususnya para siswa baik TK,SD maupn SMP masih sangat perlu bimbingan dari para pengajar yang saat ini kondisinya masih awam tentang virus corona atau bagaimana penyebarannya,” ungkapnya.
Disisi lain juga, akademisi asal Kintamani Bangli ini menilai, jika tatanan new normal di dunia pendidikan tersebut diterapkan, ada beberapa unsur yang harus dipersiapkan. Pertama, harus ada jaminan jika nantinya ada gangguan pada peserta didik maupun guru dari segi kesehatannya. Kedua, pemahaman para peserta didik dalam penerapan new normal masih dirasa minim.
Ketiga, sarana dan prasana pendukung dalam pencegahan dan penanganan COVID 19 di lembaga pendidikan. Keempat, harus berani menjamin kenyamanan para peserta didik jika nantinya melakukan proses belajar mengajar di kelas,demi pemenuham hak peserta didik untuk terpenuhi secara maksimal.
Lasmawan mengingatkan physical distancing dalam pandemi ini memang diatur tidak melebihi dari 15 orang, namun bagaimana jika dalam satu kelas tersebut jumlah siswa atau muridnya mencapai 40 orang, apakah memungkinkan untuk bejajar dengan menggunakan shift atau sebagian siswa bejajar secara daring. “Ini justru membutuhkan tambahan sumber daya yang memadai khususnya guru, jika kegiatan belajar menggunakan ship,” tambahnya.
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat terkait new normal di dunia Pendidikan terkesan terburu-buru tanpa memikirkan dampak kedepannya bagi peserta didik. Dalam penerapan kebijakan ini perlu juga menggandeng semua pihak yang sangat paham, di dunia pendidikan. “Komitmen pemerintah harus jelas, bukan hanya sekedar membuat kebijakan tanpa menggandeng pakar, akademisi maupun pihak-pihak lain yang berkaitan dengan dunia pendidikan”.
Lasmawan menegaskan bahwa dalam kondisi seperti ini peranan orang tua merupakan ujung tombak di dunia pendidikan, selama kegiatan belajar dirumah atau daring.
“Kini orang tua mengetahui bagaimana kemampuan para peserta didiknya dan tidak semata-mata hanya meniti beratkan kepada para guru yang mengajar di sekolah. |KMG|