|Air terjun Mampeh Desa Sidatapa |FOTO :arsip koranbuleleng.com|
Singaraja, koranbuleleng.com | Di awal rencana, kami hanya ingin mengunjungi salah satu potensi alam yang dimiliki Desa Sidatapa di Kecamatan Banjar yaitu air terjun Mampeh. Air terjun mampeh mulai ditata sebagai destinasi wisata spiritual oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) My Darling, Desa Sidatapa.
Untuk menuju lokasi air terjun Mampeh, memang butuh stamina tubuh yang kuat. Melewati hijaunya perkebunan warga, menuruni jalan setapak yang sudah teratur baik, berada diantara rindangnya hutan desa yang disakralkan.
Sebelum sampai lokasi, kami diarahkan untuk bersembahyang terlebih dahulu. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, siapapun yang berkunjung ke areal air terjun agar melakukan persembahyangan terlebih dahulu di salah satu tempat yang di sebut dengan Tibu Sagi. Tempat ini sangat disakralkan oleh warga Desa Sidatapa.
Sehabis persembahyangan, ternyata waktu menunjukkan sekitar pukul 12.00 wita. Untuk menuju lokasi, terpaksa ditunda dulu beberapa menit. Menurut kepercayaan di Bali pantang untuk melakukan aktifitas ketika waktu tengai tepet karena pada saat dipercaya sebagai waktu perjalanan bagi pengikut Batara Kala. Sembari menunggu waktu lewat, Perbincangan soal keberadaan Tibu Sagi dan Kayu Mas pun mengalir.
Langit yang cerah tiba-tiba saja mendung..
Banyak warga mengalami hal-hal yang di luar nalar di lokasi Tibu Sagi dan Kayu Mas ini. Diceritakan Komang Siasa, salah Seorang warga setempat. Keberadaan Tibu Sagi dan Kayu Mas sangat disakralkan oleh warga masyarakat desa Sidatapa, bahkan karena keangkerannya orang tidak berani untuk lewat sembarangan di areal tersebut.
Asal kata Kayu Mas adalah Kayun Mas, Kayun berarti pikiran dan mas artinya mulia atau utama. Dari nama itu, dulu lokasi ini dipercaya sebagai salah satu tempat pertapaan. Menurut kepercayaan dan cerita tetua di desa Sidatapa, Kayu Mas merupakan tempat bersemedinya seorang pedanda untuk mencari pawisik terkait wabah bah bedeg yang melanda masyarakat sidatapa pada masa lampau
” Tempat niki bagi orang Sidatapa dianggap sangat sakral, tidak sembarang orang berani masuk ke area hutan yang disebut Kayu Mas ini apalagi sampai menebang pohon, dulu pernah ada pengalaman orang masuk dan menebang berbagai pohon, habis itu langsung sakit, dan kejadian semacam itu dulu sering terjadi sehingga orang pada takut” ujar Siasa, sembari menujuk area hutan yang masih nampak rimbun dipenuhi pepohonan.
Komang Siasa menjelaskan, sebelum menuju kawasan Kayu Mas ada tempat disebut Tibu Sagi yang merupakan aliran sungai dan biasanya dipergunakan untuk upacara melasti kauh oleh masyarakat Desa Sidatapa.
“Di desa Sidatapa mengenal istilah melasti kauh, dimana pretima akan melewati tradisi upacara penyucian atau melasti di Tibu Sagi. Jadi tempat ini sangat disakralkan dan banyak sekali pantangan yang harus dilakukan ditempat ini, salah satunya tidak boleh membuang sampah apapun ketempat ini.” ungkapnya.
Selain itu Siasa juga mengaku sering mendapat pawisik lewat mimpi ketika akan ada kejadian di areal ini, dan hampir semua mimpi itu menjadi nyata.
Diabercerita pernah bermimpi ada salah seorang pemangku yang marah kepada dirinya karena tempat tersebut dianggap kotor. Kemudian besoknya terjadi keanehan yang nyata. “Salah seorang warga ke sini secara sengaja membuang sampah, saat balik dari buang sampah kendaraan yang dibawa tiba-tiba mundur dan hampir masuk jurang, dan kejadiannya hampir mirip seperti apa yang saya mimpikan, dari sanalah saya mulai percaya.” ungkapnya.
Begitulah,dibalik potensi air terjun mampeh , di sekitar area itu masih sangat disakralkan oleh warga setempat. Kini, area air terjun sudah melalui penataan untuk destinasi wisata desa Sidatapa.
Salah seorang Pemuda setempat, Putu Ana Antoni, menjelaskan upaya pengembangan potensi areal air terjun Mampeh yang kedepan akan dikemas menjadi wisata spiritual.
“Dikemas menjadi obyek wisata spiritual tanpa menghilangkan kesakralan area ini sehingga tetap terjaga”, ungkapnya dengan nada optimistis.
Perjalanan menuju air terjun Mampeh memang sangat terasa aura alami dan sakral..
Menuruni jalan setapak, terbersit dibenak betapa apiknya strategi Hyang Maha Kuasa untuk membentengi semesta. Diablik cerita warga itu, sebenanrya manusia diminta untuk menjaga lingkungannya. (*)
Penulis : Metariawan