Singaraja | Puluhan anggota Komunitas Wargas (Waria dan Gay Singaraja) mengikuti sosialisasi kesehatan dan pencegahan terhadap bahaya penyakit HIV/AIDS di Puskesmas Buleleng 1, Singaraja, Jumat (10/6). Puluhan anggota Wargas ini kebanyakan waria generasi muda yang baru bermunculan di Singaraja. Kebanyakan diantara mereka berumur 18 tahun hingga 25 tahun, wallaupun beberapa diantaranya juga ada yang berumur 30 tahun.
Mereka terlihat ceria untuk mengikuti sosialiasasi ini. Suasana ceria itu terlihat ketika mereka memperkenalan diri dan asal mereka tinggal. Masing-masing waria generasi muda ini sudah mempunyai nama-nama panggilan yang diadopsi dari nama luar negeri seperti Kajol, Sophie, dan Anjelina, dan lain-lain namun ada pula yang menamakan dirinya dengan nama asli Indonesia seperti Puput, Putri dan nama sejenis lainnya.
Dalam sosialisasi ini, anggota Wargas ini juga didorong untuk menjaga kesehatan serta melakukan VCT (Voluntary Counseling Test ). Dalam beberapa tahun terakhir, Pemkab Buleleng bersama KPAD Buleleng juga sedang memprogramkan VCT Mobile melalaui sejumlah Puskemsas.
VCT mobile ini merupakan upaya pemerintah untuk menjajagi sejumlah lokasi yang rawan akan penularan penyakit infeksi termasuk HIV. Puskesmas mendatangi sejumlah tempat seperti café ramang-remang, lokaliasasi dan sejenisnya.
Ketua Wargas Singaraja, Mami Siska mengungkapkan Wargas berupaya terus mendorong anggotanya untuk berprilaku hidup sehat, tidak melakukan prilaku seks yang menyimpang sertas menjauhi Narkoba. Siska meminta Wargas bisa menjadi contoh yang baik dihadapan masyarakat.
Mami Siksa juga mengakui bahwa stigma terhadap kehidupan waria selalu ada, namun stigma itu akan ditutup dengan upaya-upaya positif seperti sosialisasi kesehatan, hidup bermasyarakat dengan aktifitas sosial.
Selama ini, ada sekitar 200 waria dan gay yang secara resmi terlihat sebagai anggota Wargas di Singaraja. Mereka juga dibimbing untuk selalu melakukan kehidupan yang sehat dan mendorong pemeriksaan VCT.
“Kami selalu dorong mereka untuk melakukan VCT, ada pendampingan juga. Kita berkaca dari pengalaman-pengalaman sebelumnya karena banyak teman-teman kita juga yang meninggal karena penyakit HIV/AIDS ini. Tapi kita kita butuh kesukarelaan mereka untuk melakukan VCT bukan atas paksaan dan tetap sesuai etika identitas mereka harus disembunyikan. Sosialisasi seperti ini terus kita doronng untuk menambah waasan mereka,”terang ami Siksa saat sosialiasai.
Mami Siska sendiri sering mendampingi ODHA. Ada sekitar 19 ODHA yang dibimbing oleh Mami Siska.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Buleleng 1, drg. I Ketut Putra Wijaya mengungkapkan pihaknya memang bekerja sama dengans ejumlah LSM, Komunitas dan guru-guru disejumlah sekolah untuk bisa melakukan VCT mobile ini.
Menurut Putra Wijaya, pemerintah tidak hanya mengkhawatirkan orang-orang seperti anggota komunitas Wargas saja yang rentan tehadap penyakit HIV/AIDs, namun juga masyarakat umum seperti ibu rumah tangga dan masyarakat yang berumur produktif.
Puskesmas Buleleng 1 ini mempunyai peralatan dan Sumber Daya Manusia yang cukup lengkap untuk menjadi volunteer dan tenaga medis yang melakukan pemeriksaan VCT terhadap sejumlah warga. Di bulan Juni 2016, Puskesmas 1 Buleleng menemukan 4 orang yang terinfeksi HIS/AIDS.
“Nah ini prihatin sekali, karena itu kita bekerja sama dengan sejumlah LSM, Komunitas-komuntas Peduli HIV/AIdS dan yang lainnya untuk terus mendorong penyadaran masyarakat terhadap bahaya HIV/AIDS ini,” terang Putra Wijaya.
Selain itu, ketika melakukan VCT mobile banyak kendala yang dihadapi oleh tim dan voluntir sehingga seringkali mereka juga bekerja sama dnngana parat desa, babinkamtibmas serta sejumlah tokoh yang berpengaruh. |NP|