Singaraja | Polemik yang terjadi di Desa Adat Kubutambahan masih terus bergulir. setelah mendengarkan aspirasi dari Komunitas Pemerhati Desa Kubutambahan, kini giliran Prajuru Desa Adat Kubutambahan yang menyampaikan unek uneknya kepada Dewan.
Dalam pertemuan itu, Kelian Desa Adat Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea melihat aksi yang dilakukan segelintir orang tersebut, merupakan sebuah pelecehan terhadap Lembaga Desa Adat. Ia tidak percaya apa yang disampaikan Komunitas Pemerhati Desa Kubutambahan merupakan murni sebagai aspirasi dari Warga Desa Adat Kubutambahan secara keseluruhan.
“Saya merasa gerakan yang mereka lakukan itu tidak murni. Pasti ada kepentingan lain yang ingin mereka cari,” Jelasnya kepada DPRD Buleleng.
Warkadeya menuturkan bahwa semua pertanggungjawaban Desa adat sudah dilakukan secara rutin kepada krama Desa adat melalui perwakilan-perwakilan yang ada di Desa Adat Kubutambahan. Perwakilan-perwakilan itu masuk dalam struktur kelembagaan organisasi Desa Adat Kubutambahan.
“Tata cara kelembagaan adat di Desa Adat Kubutambahan ini sudah ada sejak lama, ini warisan leluhur kami sejak tahun 1700 silam. Mereka-mereka yang duduk di prajuru adat ini adalah perwakilan dari masing-masing dadia dan panti.” ujar Warkadeya.
Dia juga nebgatakan, sejatinya status desa adat yang dipimpinnya itu sudah sah secara hukum berdasarkan pararem awag-awig yang sudah didaftarkan pada Bagian Hukum Sekkab Buleleng.
Di samping itu, tata kelola dan kebiasaan adat merupakan warisan leluhur yang disucikan menjadi tuntutan dalam melangelola Desa Adat Kubutambahan sebagai desa Bali Mula atau Desa Tua.
Sejumlah prajuru juga mengatakan hal yang sama seperti yang dungkap Warkadeya. Selama ini, tata cara lelembagaan Desa Adat Kubutambahan sudah dilakukan sesuai dengan adat istiadat desa termasuk pemilihan kelian desa adat melalui garis keturunan.
Penyarikan Desa Adat Kubutambahan Made Putu Kerta meminta kepada DPRD Kabupaten Buleleng sebagai perwakilan dari masyarakat hendaknya bisa mengambil sebuah kesimpulan dengan mempertimbangkan fakta fakta yang ada.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPRD Buleleng Putu Tirta Adnyana meminta agar ada pertemuan antara Prajuru Desa Adat Kubutambahan dengan Komunitas Pemerhati Desa Kubutambahan yang dimediasi Pemerintah Kabupaten Buleleng dan Muspida, agar persoalan yang terjadi bisa segera diselesaikan.
“Saya minta kepada Ketua Komisi I untuk memberikan rekomendasi yang isinya agar Muspida memediasi kedua belah pihak. Nantinya dalam pertemuan itu akan ada solusi yang dihasilkan. Sehingga situasi keamanan di Desa Kubutambahan bisa tetap terjaga,” Pintanya.
Menyikapi keinginan Dewan itu, Klian Desa Adat Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea mengaku siap untuk mengikuti mediasi asal topik yang dibahas dalam mediasi tersebut jelas.
“Selama ini kan apa yang mereka persoalkan itu tidak jelas, keinginan mereka itu ngalor ngidul, Takutnya nantinya saat Mediasi malah terjadi debat kusir yang justru akan memperkeruh suasana,” tegasnya.
Ketua Komisi I DPRD Buleleng Putu Mangku Mertayasa usai pertemuan tersebut meminta agar tatacara penyelesaian permasalahan desa adat itu bisa dilakukan melalui paruman. Sementara terkait dengan rencana mediasi, pihaknya mengaku akan melakukan koordinasi terkait dengan pola mediasi yang akan dilakukan.
“penyelesaian persolaan itu kami serahkan kembali ke Desa Adat Kubutambahan untuk dilakukan paruman,namun terkait mediasi, untuk polanya akan kami koordinasikan dulu,” Ucapnya.
Seperti diketahui, polemik yang terjadi di Desa Adat Kubutambahan berawal dari adanya gerakan dari sejumlah warga Desa Adat Kubutambahan yang mengatasnamakan diri meraka sebagai Komunitas Pemerhati Desa Kubutambahan. Mereka mempertanyakan keabsahan desa Adat Kubutambahan berdasarkan Perda Propinsi Bali Nomer 03 tahun 2001.
Pertemuan antara DPRD Buleleng dan Prajuru Desa Adat Kubutambahan Dipimpin langsung oleh Ketua Komisi Putu mangku MErta Yasa dan sejumlah nggota lainnya. |RM|
