Serma Karma Pejuang Cerdik Repotkan Penjajah, Abadi Sebagai Nama Jalan

Patung Pejuang Serma Karma di Desa Baktiseraga |FOTO : Edy Nurdiantoro|

Singaraja, koranbuleleng.com | Sebuah patung pejuang, berdiri tegak di Dusun Galiran, Desa Baktiseraga. Tepatnya di depan bekas kantor Desa Baktiseraga. Patung pemuda tersebut membawa sebuah bendera merah putih. Warga dari luar Desa Batiseraga, tidak banyak yang tahu, siapa tokoh yang dibuatkan patung tersebut.  

- Advertisement -

Patung itu adalah sebuah penghormatan terhadap seorang pejuang dari Dusun Galiran, Desa Baktiseraga dari masa perang Kemerdekaan RI. Dia adalah Sersan Mayor Karma. Hingga Saat ini, nama Serma Karma juga diabadikan sebagai nama jalan dari perempatan Desa Baktiseraga sepanjang kurang lebih satu kilometer ke utara sampai di perempatan jalan Ahmad Yani, Singaraja.

Tokoh pejuang ini sangat ditakuti penjajah. Pan Sekar, sapaan Sersan Mayor Metra pernah sangat merepotkan Belanda yang saat itu tengah berusaha merebut tanah bangsa Indonesia.

Aksi cerdik Pan Sekar sangat tidak disukai Belanda sehingga menjadi sasaran target untuk dibunuh. Strategi perang yang ia miliki membuat Belanda tak bisa berbuat banyak. Belanda pun menggunakan berbagai macam cara untuk bisa membunuh Pan Sekar.

Hingga akhirnya aksi licik Belanda menggunakan jasa mata-mata pribumi untuk bisa mengetahui keadaan Pan Sekar. Penghianat bangsa ini mengetahui secara jelas pergerakkan Pan Sekar dan memberitahukan secara jelas persembunyian  Pan Sekar. Akhirnya sekitar tahun 1946, Pan Sekar tertembak tepat di bagian kepala oleh pasukan penjajah.

- Advertisement -

Untuk menghormati jasa Pan Sekar karena telah ikut membantu kemerdekaan, pihak desa membangun monumen patung ini pinggir jalan perempatan di jalan desa Baktiseraga. Posisi Patung tak jauh dari Pan Sekar tertembak oleh pasukan penjajah. Patung ini didirikan sekitar tahun 1986.

Konon, patung Sersan Mayor Karma dengan gestur menunjukan arah timur diartikan sebagai penunjuk dari mana penghianat yang telah memberikan informasi mengenai persembunyiannya.

Putu Sudiasa

Cerita mengenai perjuangan Pan Sekar disampaikan langsung oleh salah satu keturunannya  bernama, Putu Sudiasa. Ia mendapat kisah itu langsung dari kakek kandungnya bernama Putu Cakra.

Putu Sudiana yang lebih sering di sapa Putu Macun ditemui langsung di dimananya di Dusun Galiran, Desa Bakhirseraga Selasa 10 agustus 2021. Macun sangat bersemangat menceritakan kisah-kisah leluhurnya. Ia masih sangat jelas mengingat apa yang diceritakan kakeknya dulu.

Meski tidak mendapat informasi secara lengkap tentang kehidupan Sersan Mayor Karma dahulu, namun kakeknya menekankan agar perjuangan Sersan Mayor Karma yang ditakuti penjajah  bisa menjadi motivasi bagi keturunannya agar selalu berjuang di tengah kondisi apapun  dan tetap menjunjung tinggi rasa nasionalisme

“Saya diceritakan saat masih SMA. Bagaimana sosok Sersan Mayor Karma semasa berjuang melawan Belanda bahwa perjuangannya sangat berharga bagi Bangsa ini,” ungkap Macun.

Macun kembali bercerita, jika rumah yang ia tempati sekarang merupakan kediaman dahulu Sersan Mayor Karma. Di rumah tersbeut ada sebilah parang yang biasa digunakan oleh Serma Karma saat melawan penjajah.

Parang tersebut masih ia simpan dengan sangat baik. Menurut Macun, parang tersebut memiliki kekuatan mistis yang kuat. Sempat beberapa kali parang tersebut di pinjam. Namun tak bisa bertahan lama, yang meminjam pasti mengembalikan ke keluarga Sersan Mayor Karma dengan alasan beragam.

Ada juga hal unik dari parang tersebut, yakni tak bisa diukur berapa panjangnya. Ketika diukur dengan tangan, hasil untuk ukuran yang pertama dan selanjutnya pasti berbeda.

“Dulu banyak peninggalannya. Cuma mungkin jaman dulu yang lainya di ambil sama pemerintah. Sekarang Cuma ada parang,” tuturnya

Memiliki leluhur seorang pejuang menjadi kebanggaan sendiri bagi keluarga Putu Macun. Apalagi pemerintah desa mendirikan patung dan mengabadikan nama Serma Karma menjadi nama sebuah jalan. Selain itu, nama gang di rumah Macun juga diambil dari sosok Sersan Mayor Karma, yakni diberi nama Karma Yudha.

Sersan Mayor Karma juga pernah mendapatkan penghargaan dari pemerintah berupa sertifikat pada tahun 2013. Nama Sersan Mayor Karma juga tercatat di Taman Pujaan Bangsa Margarana, Desa Marga, Kabupaten Tabanan.

Hanya saja, dari dulu hingga sekarang pihak keluarga tidak pernah mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah. Padahal Sersan Mayor Karma juga sosok seorang pahlawan.  

“Sama sekali gak ada. Dari dulu. Bahkan saudaranya Sersan Mayor Karma kayaknya tidak pernah tersentuh. Cuma nama  Sersan Mayor Karma saja yang besar. Pasti semua kenal yang namanya Sersan Mayor Karma,” lanjutnya

Macun pun berharap kepada pemerintah lebih memperhatikan keluarga dan desa dari Sersan Mayor Karma. Disaat ada perayaan tentang hari pahlawan setidaknya diikutsertakan untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan termasuk menggaungkan nama Serma Karma.

Setiap tahun, menjelang 17 Agustus pihak keluarga pasti melakukan persembahyangan di makam Sersan Mayor Karma di Taman Makam Pahlawan Curastana. Bahkan penduduk setempat juga melakukan gotong royong di area patung Sersan Mayor Karma. Selain bersih-bersih, patung monumen tersebut juga dihiasi dengan pernak pernik khas 17 agustus.

Putu Dedy Yastika, warga dusun Galiran mengatakan, kegiatan gotong royong yang dilakukan merupakan bentuk penghargaan kepada pahlawan yang telah ikut berjuang melawan penjajah. Selain itu, kegiatan tersebut sebagai motivasi  para pemuda untuk selalu cinta tanah air.

Melor sapaan  Dedy Yastika berharap agar para pemuda untuk tidak pernah melupakan sejarah. Sebab, generasi kini hidup berkat jasa pejuang- pejuang terdahulu yang rela mengorbankan nyawa mereka untuk bisa mempertahankan bangsa indonesia.

“Setiap tahun kami pasti bergotong royong di patung tersebut. Ya selain untuk mengenang perjuangan Sersan Mayor Karma, juga memotivasi pemuda-pemudi untuk jangan pernah melupakan sejarah” ujar Melor. |ET|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts