Dirgahayu Singaraja, Bangkit Bersama Rakyat

Singaraja, koranbuleleng com | Singaraja, sudah berjalan teramat panjang sebagai ibukota Kabupaten Buleleng. Kini telah mencapai umur 418 tahun.

Kisah panjang itu, tidak lepas dari sejarah masa silam sampai akhirnya Singaraja berdiri teguh hingga kini.

- Advertisement -

Di Kecamatan Sukasada terdapat desa yang dulunya menjadi tempat yang erat kaitannya dengan keberadaan Buleleng saat ini. Raja Buleleng yang pertama yakni Ki Barak Panji Sakti menjadi pendiri wilayah. Desa tersebut kini dikenal dengan nama Desa Panji. Lokasinya tidak begitu jauh dari pusat kota Singaraja. Dengan hanya berkendara kurang lebih 15 menit lokasi tersebut sudah bisa dicapai.

Desa ini berbatasan dengan beberapa desa lain seperti Desa Baktiseraga dan Desa Sambangan. Terdapat pula beberapa tempat bersejarah yang ada di Desa Panji. Salah satunya yakni pura pajenengan yang diyakini oleh masyarakat desa panji sebagai tempat peristirahatan (pamereman) Ki Barak Panji Sakti.

Dr. I Made Pageh M.Hum Akademisi Universitas Pendidikan Ganesha mengatakan Desa Panji merupakan cikal bakal dari kerajaan Buleleng. Jadi jikalau berbicara soal sejarah desa panji tidak akan pernah lepas dari kisah hidup raja Buleleng, Ki Barak Panji Sakti. Walaupun disitu sebelumnya ada penguasa-penguasa namun tidaklah sebesar Panji Sakti. Ki Barak Panji Sakti yang merupakan anak dari hubungan raja Dalem Sagening dari Kerajaan Gelgel dengan seorang selirnya yang bernama Ni Luh Pasek yang berasal dari wilayah Bali Utara yang sekarang dikenal dengan nama Buleleng.

Saat kelahirannya, diberi nama I Gusti Gede Kepasekan. Menurut mitos yang beredar ia menunjukan ciri-ciri yang menonjol yakni pada saat Ki Barak Panji Sakti tertidur ubun-ubunnya memancarkan cahaya. Hal itu membuat benak sang raja khawatir akan masa depan kerajaannya dikemudiaan hari. Pasalnya menurut pengamatan dari penasihat kerajaan, dari pertanda yang ditunjukan oleh Ki Barak Panji Sakti itu, diyakini bahwa kelak Ki Barak Panji Sakti akan menjadi orang yang berpengaruh nantinya di jagat Bali.

- Advertisement -

Ia menambahkan bila dilihat sejarahnya dan mengesampingkan soal mitos diketahui bahwa Panji Sakti merupakan anak yang cerdas. Kecerdasan Ki Barak Panji Sakti terlihat pada umur 12-15 tahun. Hal inilah yang membuat raja Dalem Sagening menjadi khawatir. Kecerdasannya dikhawatirkan akan mengalahkan pesona dari keturanannya yang lain terutama keturunannya dari permaisurinya.

“Kelahiran Panji Sakti ada hubungannya dengan Luh Pasek yang merupakan tokoh wanita yang dinikahi oleh raja namun bukan berstatus permaisuri atau dinamakan penawing (selir). Pada sekitar umur 12 sampai 15 tahun ia menunjukan kecerdasannya dibandingkan anak-anak lain, sehingga raja Klungkung pun pada saat itu akhirnya khawatir Panji Sakti akan bisa menjadi raja utama, padahal dia keturunannya dari penawing (selir) sehingga menjadikan ia khawatir kepada perkembangan panji sakti yang kecerdasannya melebihi yang lain,” ujar I Made Pageh saat ditemui dikantornya.

Setelah itu karena kecerdasannya tersebut maka Panji Sakti diminta pergi ke Den Bukit tepatnya ke Desa Panji yang merupakan tempat kelahiran ibu kandungnya dengan didampingi oleh 40 orang prajurit. Dalam perjalanannya, ia mengunjungi berbagai wilayah seperti situs Yeh Ketipat, bertemu dengan Panji Landung di daerah di wilayah Desa Wanagiri, saat ini.

Di saat sampai di Desa Panji ternyata sudah ada berdiri kerajaan kecil yang diperintah oleh raja bernama Pungakan Gendis. Ki Barak Panji Sakti saat itu tinggal di Desa Panji. Seiring berjalannya waktu pada suatu momen terdapat sayembara untuk membantu sebuah kapal yang karam di pura segara penimbangan. Saat itu banyak masyarakat yang mengikuti sayembara tersebut termasuk didalamnya ada Panji Sakti dan Pungakan Gendis. Diceritakan tidak ada yang bisa mengangkat kapal tersebut selain Ki Barak Panji Sakti, yang saat itu diceritakan memiliki kemampuan gaib dengan sebuah keris untuk mengangkat kapal yang karam tersebut. Setelah berhasil memenangkan sayembara Ki Barak Panji Sakti diberikan seluruh isi dari kapal tersebut berupa emas dan barang berharga lainnya.

Momen itu akhirnya membuat Ki Barak Panji Sakti Menjadi tersohor di masyarakat. Akan tetapi hal itu tidak disenangi oleh Pungakan Gendis. Dia murka yang akhirnya memicu peperangan antara Ki Barak Panji Sakti Dengan Pungakan Gendis. Didalam peperangan tersebut Ki Barak Panji Sakti yang memenangkan pertarungan yang mengakibatkan Pungakan Gendis Tewas. Dengan gugurnya Raja Pungakan Gendis maka dimulailah era kepemimpinan Ki Barak Panji Sakti setelah dinobatkan sebagai raja dengan gelar Anglurah Ki Barak Panji Sakti.

“Disaat dewasa ia bisa mengalahkan Ki Pungakan Gendis menggunakan keris melalui perang dan dalam pertarungan itu Panji Sakti menang, Ngakan Gendis meninggal, setelah itu mulai dia mengambil anaknya sebagai istri” Imbuh Made Pageh.

Begitulah sejarah desa Panji yang menjadi cikal bakal kerajaan Buleleng, sampai saat ini ada beberapa peninggalan yang ada desa Panji mulai dari pura Pajenengan, Pura Desa Panji sampai dengan tradisi. Salah satu tradisi tersebut yakni tradisi megoak-goakan yang ada di desa Panji. Tradisi ini biasanya diadakan sebagai serangkaian perayaan hari suci nyepi di Bali.

Menurut penuturan salah satu penglingsir pura pajenengan Anak Agung Oka menyebut bahwa tradisi ini memiliki nilai sejarah yang terkait dengan raja Buleleng yakni Ki Barak Panji Sakti. Dikisahkan dahalu raja Buleleng memiliki pasukan yang bernama taruna goak, yang digunakan untuk melakukan ekspansi ke kerajaan yang ada disekitar Buleleng. Salah satunya kerajaan Blambangan.

“Sebelum melakukan peperangan ke blambangan, dilakukan permainan lebih dulu, megoak-goakan bukanlah sekedar permaianan akan tetapi digunakan untuk menggugah semangat prajurit taruna goak yang akan melakukan peperangan. Taruna goak merupakan nama pasukan dari Raja Buleleng Ki Barak Panji Sakti” Jelasnya.

Sementara, Perbekel Desa Panji Made Ariawan SST.Par.MBA juga menjelaskan bahwa warisan yang ditinggalkan Panji Sakti memperlihatkan bahwa pada masa pemerintahannya sangat mengedepankan kepentingan rakyat. Jejak sejarah Panji Sakti itu tersebar di bebarapa situs yakni Pura Tirta Ketipat, Pura Puncak Manik, Pura Tirta Kuning. Pura Puncak Landep, Pura Dasar Pengorengan, Pura Munduk Wali, Pura Karang Suwung, Pura Paras Belah, Pura Alit, Pura Penimbangan, Pura Pajenengan, Pura Desa Panji dan Pura Dalem.

“Ada juga pura taman yang menjadi tamannya beliau, tempat beliau ngelila cita termasuk kawasan kedu dan kawasan sambangan yang sekarang kita kenal dengan aling-aling itu adalah tempat beliau berburu. Jadi kalau dilihat dari pura-puranya saja ada sekitar kurang lebih 12 petilasan atau tempat napak tilas beliau yang saat ini kita lindungi dan tata dari Pemerintah Desa” pungkasnya.

Refleksi 418 Tahun, Buleleng Bangkit Berseri

Pada tahun 2022, Kota Singaraja memasuki usianya yang ke-418 tahun. Sebuah usia yang sangat matang. Matangnya usia Kota Singaraja, dibuktikan dengan laju pembangunan yang berjalan dengan baik. Meskipun terhambat atas dampak pandemi Covid19, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng tetap mampu menjalankan pembangunan-pembangunan yang telah direncanakan. Koordinasi yang harmonis dan kerja keras semua pihak serta pengelolaan keuangan yang akuntabel dan transparan menjadi pintu kemajuan pembangunan di Buleleng.

Menurut Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana Suradnyana momentum HUT ke-418, prioritas yang utama adalah menjaga kota menjadi lebih bersih. “Menjaga bangunan-bangunan bersejarah. Sehingga bisa menjadi salah satu atraksi kebudayaan kedepannya,” ucapnya

Agus menyadari bahwa masyarakat Kabupaten Buleleng menginginkan pariwisata lebih berkembang. Namun, dengan rencana pembangunan bandara yang masih diupayakan, alternatif lain coba dijalankan. “Sambil menunggu, saya coba cari titik-titik yang bisa menunjang pembangunan. Orang melirik lingkungan dan sebagai destinasi di Buleleng. Maka dari itu mari kita jaga. Jangan dirusak. Malah kita dorong terus agar lebih baik lagi,” tegasnya.

Selain terus mendorong pembangunan di bidang pendidikan, teknologi dan komunikasi, revitalisasi pasar, pembangunan di bidang pertanian dan irigasi, Pemkab Buleleng juga melakukan pembangunan yang menunjang pariwisata, lingkungan, dan kebudayaan. Seperti Rumah Terbuka Hijau (RTH) Bung Karno, pembangunan infrastruktur seperti jembatan-jembatan, dan penguatan pelayanan kesehatan seperti ruang hemodialisa baru Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Buleleng. Seluruhnya menunjukkan komitmen Pemkab Buleleng untuk terus melakukan pembangunan berkelanjutan yang berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dengan tidak mengesampingkan kelestarian lingkungan.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bung Karno

Duet kepemimpinan Putu Agus Suradnyana dan I Nyoman Sutjidra selalu berkomitmen akan pembangunan yang berkelanjutan. Komitmen pasangan pimpinan daerah Kabupaten Buleleng ini telah meraih banyak pengakuan dan penghargaan atas keseriusannya yang selalu menyeimbangkan pelestarian lingkungan dalam pembangunan. Buktinya, hingga 2021, Buleleng tiga kali meraih Green Leadership Nirwasita Tantra. Penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diberikan kepada kepala daerah atas kepemimpinannya dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan dan/atau program kerja sesuai dengan prinsip metodologi pembangunan berkelanjutan. Wujud nyata atas komitmen menjaga keharmonisan pembangunan dan kelestarian lingkungan ialah dibangunnya RTH Bung Karno.

Dimulai sejak 2017, pengerjaan proyek RTH Bung Karno memasuki tahap penyelesaian pada tahun 2021. Dengan pembiayaan total sebesar 32,76 Miliar dan tahap penyelesaian akhir selama tujuh bulan. RTH Bung Karno yang berlokasi di Kelurahan/Kecamatan Sukasada ini akhirnya rampung pada 27 Oktober 2021. Kemudian, diserahterimakan dari pelaksana ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng pada 6 Desember 2021.

RTH Bung Karno memiliki ikon patung Bung Karno setinggi delapan meter. Terpasang di atas pedestal setinggi enam meter yang berhiaskan relief berbahan perunggu. Relief tersebut menceritakan kisah cinta orang tua Bung Karno yakni Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ni Nyoman Rai Srimben. Patung Bung Karno di RTH ini dibuat dengan posisi tangan kanan menunjuk ke depan dan tangan kiri memegang tongkat. Dipasang menghadap timur untuk menggambarkan julukan Soekarno sebagai Sang Fajar dari Timur.

Selain itu, RTH Taman Bung Karno juga dilengkapi dengan panggung terbuka yang luas berisikan patung Singa Ambara Raja dan ukiran khas Buleleng. Di bagian tenggara RTH Taman Bung Karno ada wantilan yang akan digunakan sebagai museum mini untuk memamerkan barang-barang yang berkaitan dengan Bung Karno. Didalamnya juga akan ditempatkan patung Bung Karno sungkem kepada Nyoman Rai Srimben, sang Ibunda yang merupakan perempuan asli Lingkungan Bale Agung, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan Buleleng.

Selain dihiasi dengan estetika bersejarah, RTH Bung Karno juga dilengkapi dengan air terjun menari warna warni yang menyegarkan bagi pengunjung yang datang. Lebih besar lagi, RTH Taman Bung Karno ini dipersiapkan sebagai salah satu Daya Tarik Wisata (DTW) Sejarah Nasional.

Pembangunan Infrastruktur

Selain pembangunan yang bersifat monumental, pembangunan infrastruktur juga diperhitungkan dengan cermat. Pemkab Buleleng membangun tiga ruas jembatan untuk memperlancar dan membuat lebih nyaman mobilitas masyarakat Buleleng. Tiga Jembatan yakni Jembatan Tukad Buleleng, Jembatan Tukad Pangkung, dan Jembatan Daya. Ketiga jembatan ini meliputi jembatan Tukad Buleleng tepatnya di ruas jalan ke Bakung dengan panjang 40 meter, Tukad Pangkung Dalem di ruas jalan Gitgit-Wanagiri dengan panjang 40 meter dan Jembatan Tukad Daya di Bungkulan dengan panjang 21 meter. Menurut Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Buleleng Ketut Budiyasa, pembangunan ketiga jembatan tersebut dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp. 14,2 Miliar. Jembatan diharapkan akan rampung segera menjadi infrastruktur yang kokoh. Dengan demikian, masyarakat umum bisa menikmati fasilitas ini dengan aman dan nyaman.

Ruangan Hemodialisa Baru RSUD Buleleng

Pembangunan tidak berhenti pada RTH monumental dan infrastruktur yang mempermudah mobilitas masyarakat. Fasilitas kesehatan pun diperbaiki untuk memberikan pelayanan lebih baik untuk masyarakat Kabupaten Buleleng. Tahun ini, Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui RSUD Kabupaten Buleleng menambah kapasitas ruangan hemodialisa atau ruang cuci darah.

Sebagai rumah sakit tipe B, RSUD Buleleng menerima pasien dengan sistem rujukan berjenjang yang saat ini diberlakukan. Namun, salah satu layanan yang tidak termasuk dalam sistem tersebut adalah layanan hemodialisa atau cuci darah. Sebelumnya, RSUD Buleleng hanya memiliki kurang lebih 25 tempat tidur. Dengan rata-rata jumlah tindakan 50 hingga 70 per harinya. Menurut Direktur RSUD Buleleng dr. Putu Arya Nugraha, layanan yang demikian sejatinya tidak direkomendasikan. “Karena pasien banyak kita sampai tiga shift. Pelayanan demikian sebenarnya tidak direkomendasikan. Selain pasien tidak nyaman, tenaga Kesehatan (nakes) juga rawan kelelahan. Oleh karena itu, kapasitas hemodialisa kini ditambah,” ucapnya.

Dengan pembangunan ruang hemodialisa ini, RSUD Kabupaten Buleleng akan menambah kapasitas hingga dua kali lipat. Akan ada dua gedung yang masing-masing berkapasitas 30 tempat tidur. Sehingga total ada 60 tempat tidur. Setiap alat idealnya bisa digunakan untuk dua kali tindakan dalam sehari. Dengan begitu, maksimal 120 pasien gagal ginjal berat yang bisa ditangani setiap harinya. Pasien akan lebih nyaman dan tenaga kesehatan tidak kewalahan.

Semuanya akan dilakukan bertahap. Saat ini, satu gedung sudah beroperasi. Pada 1 April 2022 mendatang, akan ada tambahan 16 alat. Secara bertahap, dalam tahun ini 60 tempat tidur dan alat akan bisa dioperasikan. Hal ini merupakan upaya nyata Pemkab Buleleng melalui RSUD Kabupaten Buleleng untuk meningkatkan kualitas secara umum. Khususnya kapasitas pasien hemodialisa yang mampu ditangani. Seluruhnya adalah upaya memberikan layanan kesehatan lebih baik kepada masyarakat. (*)

Pewarta : Made Wijaya Kusuma
Editor : Yaniek Aprintya Dewi

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts