Adu Telur, Tradisi Unik Warga Sangburni

Singaraja, koranbuleleng.com | Telur menjadi salah satu komoditas bahan pokok di masyarakat. Namun, di Bali telur juga menjadi sarana untuk melengkapi sesajen upacara adat. Di Desa Adat Sangburni, Desa Pakisan , Kecamatan Kubutambahan, telur bahkan diadu seperti mengadu kelereng. Adu telur ini sudah secara turun temurun digear dalam ritual atau tradisi Cacakan Taluh.

Tradisi tersebut, merupakan rangkai upacara pecaruan yang dilaksanakan satu tahun sekali pada Purnama sasih ketiga, Sabtu, 10 September 2022 lalu.

- Advertisement -

Sejak pagi, sejumlah warga laki-laki desa setempat berbondong-bondong membawa satu buah telur menuju catus pata. Disana, prajuru adat sudah menyiapkan semua sesajen yang digunakan rangkaian upacara.

Kemudian secara berpasangan, warga desa setempat menuju ke sebuah baskom yang diisi dua pelepah pisang yang digunakan untuk mengadu telur. Selanjutnya, secara bersamaan dua telur tersebut akan digelindingkan di pelepah pisang. Telur yang pecah, itu yang akan digunakan sebagai bahan untuk upacara.

Telur tersebut diolah menjadi berbagai jenis olahan makanan, yang digunakan untuk bahan upacara. Usai membuat olahan, pada sore hari krama desa setempat akan melakukan persembahyangan. Selesai melakukan persembahyangan, hasil dari olahan Cacakan Taluh itu akan dimakan bersama-sama oleh warga desa.

“Dibuatkan suatu sesaji bangun urip. Ada nasi, sate, urab,ada jukut. Itu dibuatkan tandingan yang dinamakan penyaag. Setelah upacara persembahyangan, mebat rateng itu dimakan bersama-sama oleh krama yang sembahyang,” terang Wakil Bendesa Adat Sangburni Nyoman Widiarta.

- Advertisement -

Widiarta mengatakan, tradisi yang sudah secara turun-temurun dilaksanakan setiap tahunnya ini,  dilakukan untuk menetralisir energi negatif sebelum nantinya diadakan upacara piodalan di Pura Bale Agung, pada Purnama keempat mendatang. “Filosofinya sebelum rangkaian upacara dewa yadnya yang dilaksanakan maka diadakan suatu penetralisir, para buta. Upah para buta dengan Cacakan Taluh. Setelah selesai ini baru akan melaksanakan upacara dewa yadnya,” kata dia.

Widiarta menambahkan, karena persembahan yang diberikan pada tradisi ini adalah para bhuta. Sehingga dipilih menggunakan telur ayam ketingmbang telur bebek. “Kenapa pilihanya menggunakan telur ayam, karena persembahannya ini kepada buta. Kalau telur bebek itu kategori telur suci,” kata dia.

Salah satu warga, Nyoman Gede Darmawan mengatakan, dulunya tradisi ini sering digunakan perjudian oleh tertua dahulu. Warga yang akan mengadu telurnya, akan memasang taruhan pada telur mereka. Namun, hal itu saat ini sudah tidak dilakukan.

“Masing yang bawa telur baru di adu telurnya, yang pecah kalah dia harus bayar, dan telurnya di pakai sesajen. Itu dulu waktu saya kecil, sekarang sudah tidak ada digunakan taruhan,” ucapnya. |YS|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts