Singaraja | Desa Pemuteran, kini populis sebagai Desa Wisata. Desa yang memadukan tradisi dan potensi alamnya dengan dunia pariwisata.
Beberapa tradisi adat dan budaya yang dilestarikan warga hingga kini, adalah tradisi Pertarungan Gebug Ende serta Pengamanan Swadaya yakni Pecalang Segara sebagai penjaga eksistensi Desa Pekraman Pemuteran. Di Pemuteran, Pecalang Segara telah terbentuk cukup lama.
Kini, salah satu Ketua Pecalang Segara itu, Made Gunaksa. Dia melaksakan tugasnya sebagai Klian Pecalang dianggapnya sebuah penugasan dari warga desa adat. Selain sebagai pecalang, Dia juga seorang penyelam ulung yang selalu dekat dengan dunia konservasi alam bawah laut di wilayah Desa Pemuteran. Dia berpengalaman dalam dunia biorock, salah satu media konservasi terumbu karang di Teluk Pemuteran.
Gunaksa menyatakan, sebagai Pecalang dirinya bersama 60 orang personil lainnya lebih menekankan pada sifat ngayah (mengabdi) kepada desa pekraman untuk kebaikan bersama. “Sebagai Pecalang itu merupakan kewajiban atau cara kita untuk memberikan pengabdian kepada Desa adat. “ ujar Gunaksa.
Menurut Gunaksa, Pecalang segara ini menjaga secara khusus wilayah perairan Desa Pemuteran. Ada dua hal yang sangat urgen dijaga, pertama wilayah perairan sebagai wilayah konservasi dan pelestarian alam laut serta menjaga wilayah perairan sebagai salah satu bagian dari eksistensi wilayah desa adat.
Gunaksa bersama sejumlah personil Pecalang Segara Desa Pekraman Pemuteran secara terjadwal melakukan patroli perairan. Patroli ini untuk mengawasi aktifitas kelautan. Pihak Desa Pekraman melarang keras nelayan mencari ikan hias di wilayah perairan karena berpotensi merusak lingkungan laut.
“Diwilayah Pemuteran, sudah punya awig-awig Desa Pekraman pemuteran untuk emnncari ikan hias dengan cara apapun. Kami sebagai petugas pengamanan swadaya yang ditugaskan oleh desa adat punya kewajiban penuh menjaganya,” ujar Gunaksa saat ditemui di Gedung Kesenian beberapa waktu lalu.
Awig-awig Desa Pekraman Pemuteran telah mengatur untuk perlindungan wilayah terumbu karang dan habitanya. Awig-awig ini dilahirkan karena sebelumnya pernah ada kerusakan terumbu karang yang cukup parah. Kerusakan ini membuat habitatnya juga ikut punah. Kerusakan ini tidak lepas dari kegiatan nelayan yang tidak bersahabat dengan laut.
Kini, wilayah periraian di teluk Pemuteran sudah pulih, keterpurukan itu sudah hilang. Masyarakat menyadari bahwa merusak alam pasti akan merusak tatanan kehidupan. Wilayah perairan Desa Pemuteran kin menjadi bagian dari dunia konservasi.
Menurut Gunaksa, walaupun Desa Pemuteran menjadi bagian dari wilayah konservasi namun seringkali nelayan-nelayan dari luar wilayah desa seringkali ditemukan mencari ikan secara diam-diam.
“Masalah keamanan ini memang sangat kami jaga. Walaupun saat ini sudah aman, namun kadang kami beberapa kali memang temukan nelayan yang mencari ikan. Tapi tidak sebanyak dulu. Jika tertangkap, maka berurusan dengan desa adat,” ujar Gunaksa.
Selain masalah keamanan, permasalahan sampah juga mennjadi tantangan untuk menjaga kelestarian terumbu karang. Beberapa waktu lalau sempat terjadi banjir cukup besar hingga memacetkan jalan trans pantura Bali. Sampah-sampahnya pun sampai ke laut. Kondisi seperti ini, kata Gunaksa sangat menganggu ekosistem terumbu karang. “Kami harus bekerja ekstra untuk melakukan pembersihan sampah dilaut akibat banjir beberapa waktu lalu,” katanya.
Baginya Dunia Pecalang dan Dunia Konservasi adalah dua hal yang berbeda namun bisa sejalan bila dilakoni dengan iklas.|NP|