Singaraja, koranbuleleng.com| Permohonan restorative justice kasus gaduh saat Hari Suci Nyepi di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, ditolak Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng dinyatakan tidak memenuhi syarat formal. Bahkan berkas kasus penistaan terhadap agama tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, untuk segera disidangkan.
Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng Ida Bagus Alit Ambara Pidada mengatakan, berkas perkara kasus tersebut telah dilimpahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke PN Singaraja, pada Rabu, 3 Januari 2023. Pelimpahan itu dilakukan setelah permohonan restorativejustice (Rj) yang diajukan prajuru Desa Adat setempat dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Alit Ambara menyebut, ada beberapa alasan kasus tersebut tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Yakni, adanya keberatan yang dilayangkan oleh Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Bali, selain itu perkara tersebut merupakan kasus penistaan agama yang mengganggu ketertiban umum.
“Kami sudah bersurat ke prajuru adat Desa Adat Sumberklampok, proses Rj tidak dapat ditindaklanjuti. Ada ketentuan dan untuk kasus ini ada yg tidak memenuhi syarat, ada pihak yang keberatan. Sehingga dilanjutkan ke persidangan,” ujarnya Jumat, 5 Januari 2023.
Alit Ambara menyebut, ada tiga jaksa yang ditunjuk untuk menangani kasus tersebut. Dimana kedua tersangka dijerat Pasal 156 a dengan ancaman hukuman paling lama lima tahun penjara. Selama ini, dalam penanganan kasus tersebut baik di kepolisian maupun di Kejaksaan, dua tersangka yakni Achmad Zaini dan Muhammad Rasyad tidak dilakukan penahanan.
Penahanan tidak dilakukan karena keduanya disebut kooperatif dan juga ada jaminan kedua tersangka tidak melarikan diri. “Berkas dakwaannya sudah disusun, ada tiga JPU yang ditunjuk. Tersangka tidak dilakukan penahanan karena terdakwa kooperatif, ada jaminan dari keluarga dia tidak akan melarikan diri dan tidak mengulangi perbuatannya,” kata dia.
Sementara itu, Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Singaraja I Gusti Made Juli Artawan mengatakan, perkara penodaan agama tersebut telah masuk ke PN Singaraja dan akan disidangkan. Pengadilan telah menentukan susunan majelis hakim yang menyidangkan perkara, yakni I Made Bagiarta, Hermayanti, dan Pulung Yustisia Dewi. “Sidang pertamanya Kamis 18 Januari,” singkatnya
Disisi lain, Pendamping Warga Desa Sumberklampok Agus Samijaya mengaku kecewa dengan keputusan Kejari Buleleng yang tetap melanjutkan kasus ini hingga ke Pengadilan. Pasalnya dari hasil paruman agung yang digelar pada 26 Oktober 2023 lalu, masyarakat dan prajuru Desa Adat Sumberklampok telah sepakat untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan.
Bahkan berita acara kesepakatan damai itu telah diserahkan ke Kejari Buleleng. Disebut kesepakatan damai yang diserahkan ke kejaksaan itu sudah lengkap. “Secara pribadi maupun tim yang mendampingi warga tentu sangat kecewa karena syarat mengajukan RJ sudah kami lengkapi. Negara sebenarnya berkepentingan menjaga keutuhan. Isu-isu agama yang merusak kerukunan sebenarnya seoptimal mungkin diselesaikan secara RJ. Namun kami tetap menghormati keputusan kejaksaan ini,” terangnya.
Kata Agus, pasca adanya kesepakatan damai saat paruman agung itu, situasi di Desa Sumberklampok sejatinya sudah mulai kondusif. Namun dengan tetap dilanjutkannya kasus ini ke Pengadilan, Agus menyebut hal tersebut praktis membuka luka lama warga. Bahkan Agus menyebut PHDI Kabupaten, Provinsi maupun Pusat sejatinya tidak memiliki kewenangan dalam kasus ini.
“Saya sempat silaturahmi dapat keterangan dari Ketua MDA Bali yang menyatakan kalau kejaksaan maupun kepolisian menggunakan pertimbangan dari PHDI atas kasus ini, itu salah besar. PHDI tidak punya otoritas mengurusi soal pelaksanaan upacara agama atau hari raya suci agama Hindu. Kewenangan seharusnya diserahkan pada desa adat. Tidak perlu libatkan PHDI,” kata dia. (*)
Editor : I Putu Nova Anita Putra