Singaraja, koranbuleleng.com| Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menyegel sebanyak 26 unit rumah, yang dibangun oleh PT Pacung Permai Lestari, Rabu, 26 Februari 2025 pagi. Puluhan rumah tersebut berada di wilayah Desa/Kecamatan Tejakula, Desa/Kecamatan Kubutambahan, dan Desa Panji, Kecamatan Sukasada.
Dari pantauan di lokasi, penyegelan awal dilakukan oleh tim penyidik Kejati Bali di wilayah Desa Tejakula. Penyegelan dilakukan di rumah yang telah selesai dibangun, namun belum di huni. Dalam penyegelan tersebut, penyidik memasang garis yang bertuliskan Kejaksaan RI dan memasang stiker bertuliskan di segel di pintu rumah. Hal yang sama juga dilakukan di dua lokasi lainnya, di proyek rumah subsidi di wilayah Desa Kubutambahan dan Desa Panji.

Kepala Seksi Pengendalian Operasi Kejati Bali, Anak Agung Jayalantara mengatakan, dari total 26 rumah yang disegel, sebanyak 23 unit berada di wilayah Desa/Kecamatan Tejakula, satu unit di Desa/Kecamatan Kubutambahan, dan dua unit di Desa Panji, Kecamatan Sukasada. Puluhan rumah tersebut disegel, agar tidak dijual oleh perusahaan. Nantinya puluhan rumah ini, akan digunakan untuk barang bukti dugaan kasus korupsi proyek rumah subsidi tersebut.
“Kita menyegel rumah yang sudah jadi, dengan status belum terjual. Jadi kita menyita menyegel ini tujuannya supaya aset tidak beralih ke pihak kedua. Ini jadi barang bukti disita nanti penetapan ke Pengadilan,” ujar Jayalantara ditemui usai penyegelan.
Selain menyegel puluhan rumah subsidi, tim penyidik juga disebut akan melakukan penyitaan terhadap sejumlah berat dan mobil milik PT Pacung Permai Lestari. Hal tersebut dilakukan, karena alat berat dan mobil itu disebut dibeli dari hasil penjualan proyek rumah subsidi.
Jayalantara menyebut, setelah melakukan penyegelan ini, penyidik akan memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan. Sejauh ini disebut sudah ada sebanyak 20 orang saksi yang dimintai keterangan. Puluhan saksi itu terdiri dari direksi, dan pemilik Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang digunakan untuk pembelian rumah subsidi ini.

“Saat ini kita masih fokus lakukan pemeriksaan terhadap saksi terdekat. Nanti kita akan skemakan pemanggilan saksi dari pemilik KTP dan penjual,” kata dia.
Lebih lanjut, kata Jayalantara, dalam kasus dugaan korupsi proyek rumah subsidi ini. Disebut modus yang dilakukan, dengan meminjam KTP masyarakat berpenghasilan rendah untuk melakukan kredit rumah subsidi. Kejati Bali pun disebut akan berkoordinasi dengan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), terkait rumah yang saat ini sudah berhasil terjual dari proyek rumah subsidi perusahaan tersebut.
“Modusnya, perusahaan meminjam identitas masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengamprah rumah subsidi setelah itu dijual kepada masyarakat tidak berhak. Rumah dengan KTP pinjaman, jumlahnya ratusan. Nanti kita koordinasi dengan BP Tapera dulu untuk skema hukum, karena itu kan yang memiliki uang BP Tapera bersumber dari APBN karena pembayaran FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) sumbernya APBN,” terang Jayalantara.(*)
Pewarta: Kadek Yoga Sariada