FIP Undiksha Ungkap Sejumlah Faktor yang Sebabkan Ratusan Siswa SMP Belum Mampu Membaca

Singaraja,koranbuleleng.com| Tim Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, terus turun untuk melakukan pendampingan terhadap ratusan siswa SMP yang belum mampu membaca. Dari pendampingan, ada sejumlah faktor yang membuat siswa tersebut belum mampu membaca hingga masuk ke sekolah menengah.

Sebanyak 76 dosen ahli dan 375 mahasiswa semester IV dan VI dari FIP Undiksha turun langsung mendampingi siswa yang tergolong buta aksara fungsional. Setiap mahasiswa mendampingi satu siswa dalam sesi dua hingga lima kali per minggu. Di wilayah kota, intensitas pendampingan mencapai lima kali seminggu, sementara di desa hanya dua atau tiga kali karena keterbatasan waktu dan jarak tempuh mahasiswa.

- Advertisement -

“Yang di desa hanya bisa dua atau tiga kali dalam seminggu. Karena mahasiswa kami juga harus mengikuti perkuliahan di kampus. Disamping itu kan ini sifatnya sukarela, dengan biaya sendiri. Jadi untuk yang lokasinya jauh tidak mungkin relawan kami bisa kesana setiap hari,” ujar Prof Dr I Wayan Widiana, Dekan FIP Undiksha, saat ditemui pada Senin, 2 Juni 2025.

Pendampingan yang dipimpin oleh Wakil Dekan Bidang Akademik, Prof Dr Kadek Suranata, mengungkap hasil mengejutkan. Sebanyak 43,1 persen siswa teridentifikasi berada pada level dasar, yakni belum hafal abjad dan membaca terbata-bata.

Kemudian 36,5 persen siswa masuk kategori menengah, mampu mengenal huruf tapi kesulitan membaca kalimat panjang atau kata dengan konsonan ganda. Sementara 20,4 persen lainnya berada di level lanjut, sudah lancar membaca namun belum mampu memahami isi bacaan dengan baik.

Suranata menyebut, kondisi ini tidak semata akibat kurangnya pembelajaran formal. Sejumlah faktor mendalam menjadi penyebab utama, termasuk gangguan kognitif, fisik (penglihatan dan pendengaran), disleksia, gangguan emosional dan psikososial, serta minimnya motivasi atau dukungan dari lingkungan keluarga.

- Advertisement -

“Mungkin karena keluarganya terlalu keras mendidik, atau lingkungan sekolah yang tidak nyaman. Bahkan saat diberikan pendampingan, ada siswa yang sampai BAB di celana. Ada yang lari karena cemas berlebihan. Seperti itu kondisi mereka,” ungkap Suranata.

Untuk membangkitkan minat baca siswa, tim pendamping menggunakan pendekatan kreatif seperti kartu huruf, buku cerita anak, komik digital, hingga lagu edukatif. Mahasiswa relawan diwajibkan membuat laporan perkembangan siswa secara berkala yang akan dijadikan dasar evaluasi.

Pendampingan akan terus dilaksanakan hingga September 2025, terutama bagi siswa yang berada di level dasar. Hasil evaluasi bulanan akan diserahkan ke sekolah dan Pemkab Buleleng untuk mendorong tindak lanjut kebijakan pendidikan, termasuk kemungkinan merujuk siswa ke sekolah inklusi jika belum menunjukkan perkembangan signifikan.

“Setiap bulan akan kami pantau perkembangan siswa. Kalau memang sampai September masih ada siswa yang belum bisa membaca, berarti harus ada penanganan khusus. Datanya akan kami serahkan ke Pemkab agar ditindaklanjuti mungkin bisa disekolahkan ke sekolah inklusi,” tegas Suranata.

Pendampingan ini diharapkan menjadi percontohan untuk SD dan SMP di Buleleng, agar penanganan masalah literasi tidak berhenti di tengah jalan. Tim FIP juga mendorong Pemerintah Kabupaten Buleleng untuk lebih serius mengoptimalkan Unit Layanan Disabilitas Bidang Pendidikan Inklusif milik Disdikpora.

“Yang mengalami gangguan pendengaran dan penglihatan agar diberikan alat bantu. Siswa yang gangguan mental berikan pendampingan psikolog,” katanya.(*)

Pewarta: Kadek Yoga Sariada

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts