Pengembaraan Spiritualitas Suma Argawa Dituang ke Canvas, Topeng dan Tari

Nyoman Suma Argawa |FOTO : Alit Kertaraharja/koranbuleleng.com|

Singaraja, koranbuleleng.com | TIDAK begitu berlebihan jika Nyoman Suma Argawa disebut seniman multi talents.  Disebut sebagai penari – tidak diragukan lagi. Pernah menyabet penghargaan sebagai juara 1 (satu) Pengelemar tari Topeng Tua se Bali. Melukis – dengan gaya yang dia sebut ‘Decorative Modern’ sudah tersebar ke berbagai Negara bahkan beberapa orang penting di negeri ini mengkoleksi lukisannya. Tidak itu saja, laki-laki berusia 64 tahun ini  juga sebagai  seniman pahat berupa topeng sakral hingga ukiran-ukiran klasik..   

- Advertisement -

Suma Argawa atau yang dikenal dengan nama kecilnya Nyoman Swangi kepanjangan dari Nyoman Suma Wangi – yang terlahir Soma Julungwangi. Sosok yang energik, bicaranya slalu berapi-api dan tidak pelit bercerita tentang kehidupannya terutama pengalamannya selama berkesenian.

Menurut tuturnya sendiri,  sejak sangat belia, pensiunan PNS dari Pemkab Buleleng ini  sudah mengenal seni. Dia menceritakan bagaimana ketertarikannya menarikan tarian Topeng dan sejenisnya serta tarian Hanoman.  

Hampir disetiap pertunjukn seni, Nyoman Swangi kecil demikian sering dipanggl warga setempat selalu menyempatkan diri menonton dan mengapresiasinya.  “Sejak kecil saya sudah tertarik menari tarian-tarian Baris, Topeng atau tarian Hanoman,’’katanya.  

Dia menjelaskan terinspirasi dari seniman-seniman senior pada jamannya yang sering pentas di Desa Bungkulan, Sawan – Buleleng. Saat itu katanya banyak seniman seniman Bungkulan yang sudah terkenal, sering mengundang tokoh-tokoh seniman asal luar Buleleng menyaksikan pementasan bentuk-bentuk kesenian di Bungkulan.

- Advertisement -

‘Saat itu ada saudara saya kebetulan sebagai penari Hanoman. Saya terkagum-kagum. Dan selalu mengikuti perkembangan atau perjalanan para seniman di Bungkulan khususnya. Singkat cerita, saya ikut terlibat di dalamnya saat usia masih sangat belia. Mungkin semua Pura di Bungkulan ini spernah saya kunjungi untuk tampil menari di sana,’’jelasnya.

Ketertarikannya ke dunia seni hingga akhirnya melanjutkan ke sekolah Seni di Denpasar – pada saat itu bernama KOKAR.

Sepak terjangnya di dunia seni Tari tidak diragukan karena sempat menyabet penghargaan nomor satu sebagai Pengelemar Tari Topeng Tua se Bali.  Pada jaman itu hiburan sangat sedikit, Suma Argawa bisa dikatakan sebagai bintang –  khususnya di Bungkulan yang saat itu Bungkulan bisa dikatakan sebagai desa seni – karena banyaknya seniman Tari dan Tabuh pada jamanya.

 ‘Seniman-seniman ataupun guru besar khususnya pengamat seni, sering datang ke Bungkulan untuk menyaksikan pertujnukan.’’ lugasnya,

Jurnalis koranbuleleng.com, Alit Kertaraharja bersama Seniman I Nyoman Suma Argawa |FOTO : Alit Kertaraharja|

Ketertarikannya dibidang seni, Nyoman Swangi yang saat itu sangat belia sudah bisa tampil maksimal, sering menari di Pura-Pura saat upacara piodalan. Hingga akhirnya mengantarkan dirinya melanjutkan sekolah ke sekolah seni di Denpasar, yaitu KOKAR Denpasar.

Tentunya di sekolah ini banyak ilmu yang diperoleh, teori dan praktek langsung. Tidak begitu susah, karena dalam darahnya sudah mengalir darah seni dan juga darah spiritual dari orangtuanya Jro Prewayah. Terbukti pernah menyabet penghargaan Tari Pengelemar Topeng Tua se Bali.

Dengan talenta yang dimiliki, setelah menyelesaikan sekolah di KOKAR – Bali, Suma Argawa menimba ilmu di Jogyakarta jurusan seni rupa. Dia mengaku jurusan seni rupa diambilnya karena ketertarikan seni Rupa selalu dipendamnya sejak kecil.  

Bahkan untuk melukis Nyoman Suma Wangi atau Swangi  yang kemudian dikenal dengan nama Nyoman Suma Argawa sampai saat ini pernah menyabet juara. Di Jogyakarta, jiwa senimannya sebagai pelukis teruji, dengan bergabung  dengan komunitas perupa-perupa lainnya.

Lukisan karya Seniman Nyoman Suma Argawa |FOTO : Alit Kertaraharja|

Sampai akhirnya pulang ke Desa kelahirannya di Banjar Ancak, Desa Bungkulan- Sawan, Bali menyusul dia diangkat sebagai PNS. ‘’Sebenarnya pilihannya saat itu sangat sulit, antara kembali ke Bali atau meninggalkan komunitas di Jogya.’’katanya.

Keputusannya tidak sia-sia, meskipun kembali ke kampung halaman, Suma Argawa, yang saat itu sebagai PNS, dirinya terus mengasah jiwa kesenimannya dengan menari di Pura-Pura – khususnya tari Topeng, Baris bahkan tari Rangda dan jenis-jenis tarian sacral lainnya. Melukispun terus ditekuninya serta mengembangkan keahliannya sebagai tukang ukir – disamping tapel, juga jenis ukiran tempat suci atau bangunan tempat tinggal.  

Intensitas, komitment serta kecintaannya terhadap Seni, membawa dirinya dikenal sebagai seniman lukis  bukan hanya di Indonesia, tetapi juga lukisannya dibawa ke luar negeri. Sepeti ke Amerika, Belanda,  German, Australia dan Negara lainnya. Bahkan ada beberapa kolektor di dalam negeri pernah memborong lukisannya. Megawati Soekarno Putri dan Marzuki Dharusman pernah membeli lukisannya.

‘’Waktu itu  ada artikel disebuah majalah saat melakukan pemeran di Jakarta. Katanya beliau membaca dari majalah atau  mungkin juga tahu disamping membaca, mungkin juga dari referensi lain seperti melihat dan mendengar.’’imbuhnya.  Dijelaskannya yang sama juga pada kolektor atau pecinta lukisan lainnya – mereka pernah melihat dan mendengar. ‘’Karena tiba-tiba ada yang datang dari Belanda, mereka mengatakan mendengar dan melihat lukisannya dari teman. Karena tertarik langsung datang ke sini,’’ujarnya.

Tapel karya Nyoman Suma Argawa |FOTO : Alit Kertaraharja|

Beberapa pecinta lukisanpun termasuk Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana dan pemilik Matahari Hotel Pemuteran , IB Puja Erawan juga mengoleksi lukisannya. Sampai saat ini kedua Tokoh Buleleng ini masih sering memesan atau membeli hasil karyanya.

‘’Saat ini ada pesanan tapel atau topeng dari Pak Agus Suradnyana berupa beberapa tapel besar. Kalau Pak Puja Erawan bisa dikatakan sebagai kolektor,  beberapa lukisan besar saya dipajang.’’ Jelasnya.

‘’Yang paling saya tersentuh Rektor Boston University – Amerika  mengkoleksi lukisan saya.’’tambah Suma Argawa.

Perjalanan berkeseniannya tidak terlepas dari pengaruh orangtuanya Jro Prewayah – seorang spiritualist dan juga seniman pada jamannya. Sejak kecil Nyoman Swangi sudah tertarik dengan lontar-lontar yang sering dibaca ayahnya. Melalui berkesenian, Swangi atau Suma Argawa menggabungkannya menjadi sesuatu yang bermakna yang bisa dinikmati penikmat seni.

Katanya pengalamannya membaca lontar-lontar tentang hidup dan kehidupan, membawa dirinya lebih percaya diri pun saat berkesian. Diapun menjelaskan, setiap melakukan kegiatan apapun, dirinya selalu ‘nunas penganugrahan’ agar diberikan kekutaan dan apa yang dilakukan bermakna dan sukses.

Sebelum menari, sebagaimana seniman atau penari Bali, sebelumnya selalu memohon penganugrahan. Pun terhadap Suma Argawa. ‘’Supaya saat menari kita memiliki spirit, tidak hanya sebuah tarian tetapi lebih dari itu ada jiwa di dalamnya. Itu yang harus dimiliki seorang penari. Untuk mencari itu ada panduan-panduan yang harus dipahami,’’tandasnya.

Demikian pula saat melukis, Suma Argawa mengakui diawali dengan pencarian ide – ide itupun didapat dari perjalanan spiritulnya. Kemudian utuk memulainya melukis mencoretkan ide-idenya ke canvas dia mencari hari baik. ‘’itu dari pengalaman, petuah-petuah orangtua.’’katanya. Pun saat membuat Topeng atau Tapel, terlebih orang-orang yang memesan Topeng atau Tapel  adalah orang-orang yang memiliki spiritualitas tinggi.

Menurutnya orang-orang yang memesan topeng bukan hanya pecinta seni tetapi juga banyak dari orang-orang spiritualist . mereka memesan untuk kepentingan spiritual, untuk di Pura, Merajan atau tempat tempat suci.

Banyak pengalaman secara spiritual yang pernah dirasakan khususnya saat membuat Tapel.  Topeng atau Tapel yang dibuatnya kerap ‘hidup’ . Hamper tiap malam  Topeng yang dibuatnya atau dalam proses pembuatan dirasakan berada di sekeliling rumah atau tempat dibuatya Topeng tersebut. ‘’Biasanya seperti ada suara kaki atau bunyi-bunyian.  Tapi anehnya setelah selesai dan dikembalikan ke yang memesan, diupacari tetunya.

Suara-suara itu hilang seketika. Pernah saya memperbaiki kulKul tua, malam2 bunyi, atau memperbaiki Topeng Rangda yang sacral – milik sebuah Pura, sebelum diserahkan ada saja yang terjadi,’’jelasnya. Karena sudah mengetahui fenomena tersebut, Suma Argawa menanggapinya biasa, bahkan berfikir secara positif hasil karyanya benar-benar dianugrahi energy positive.

Peristiwa atau fenomena-fenomena yang sering terjadi bukan begitu saja. Karena syarat saat menerima pesanan Topeng – dari para spiritualist, adalah ‘melinggihkan’ sipirit Topeng atau Tapel yang akan dibuat di tempat atau di rumahnya terlebih dahulu ditempatkan disebuah bangunan berupa Bale Gede.  ‘’Proses ini juga untuk mendekatkan diri antara pemahat dan yang memberikan spirit, sehingga lebih konsentrasi dan ada spot-spot tertentu sebagai ciri khasnya, lebih hidup dan berwibawa,’’katanya.(*)

Pewarta           : Alit Kertaraharja

Editor              : Putu Nova A.Putra

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts