Pesona Motif Tua Endek Sutra Kalianget

Luh Ningsih menjalankan tradisi menenun endek sutra mastulikhas Desa Kalianget |FOTO : Putu Nova A.Putra|

Singaraja, koranbuleleng.com| Luh Ningsih, tampak tergopoh-gopoh dari dapurnya, untuk mengambil pekerjaan lain, menenun. Ningsih, salah satu ibu rumah tangga dari Desa Kalianget, Kecamatan Seririt. Kebetulan, beberapa hari terakhir dia mendapatkan pesanan untuk produksi endek. Sekitar 80 unit kain.

- Advertisement -

Sejak lama, Desa Kalianget terkenal sebagai salah satu sentra produksi tenun ikat endek sutra mastuli. Disinilah lahir motif-motif tua yang khas, seperti Motif Dobol, Wayang, Singa, Sungenge, Celagi Manis, Gringsing, Endek Kurungan, Pot Nyuh, Penyu Kambang dan Pinggiran.  

Luh Ningsih, sudah selama 15 tahun menjalani profesi menenun ini. Disinilah dia tambatkan ekonomi keluarganya. Dia menggunakan alat tenun tradisional Cagcag. Proses dari awal sampai akhir dia kerjakan. Kadang saat nyatri, dia dibantu suaminya. Proses nyatri ini merupakan proses membuat motif kain.

Ningsih juga menyetorkan hasil tenunnya kepada salah satu sentra rumah produksi endek di desanya milik Ketut Resiani. Dia yang memasarkan endek-endek dari para perajin di Desa Kalianget ke sejumlah wilayah di Bali. Harga endek Kalianget bervariasi. Terganung moti dan bahannya.

Proses nyatri |FOTO : Putu Nova A.Putra|

Ningsih mengaku, jika dibandingkan awal-awal dirinya mulai belajar menenun, kala itu banyak warga desa Kaianget yang masih banyak menjalani profesi perajin endek. “Sekarang lebih banyak yang mencari pekerjaan lain, merantau. Sedikit generasi yang mau menenun sekarang,” ujar Ningsih.

- Advertisement -

Ningsih mengaku paling lambat dalam dua hari dia bisa menyelesaikan 1 kain endek. Selama satu hari dia fokuskan hanya untuk menenun, sementara nyatri, tugasnya diberikan kepada suami.

“Jika fokus dalam satu hari menenun, saya bisa selesaikan satu kain,” ujarnya.

Beberapa tetangga Ningsih di banjar Dinas Alas Arum juga sama, melakoni pekerjaan menenun.

Desa Kalianget ini mempunyai kisah romantika yang masih hidup dalam ingatan warga smapai sekarang, kisah Jaya Prana dan Layon Sari dari masa kerajaan Kalianget. Dipercayai, produksi tenun ikat ini sudah ada sejak jaman kerajaan Kalianget di masa lalu.

Menurut salah satu pemilik rumah produksi tenun ikat endek Sutra Mastuli, Ketut ResianI menjelaskan bahwa kehidupan menenun ini sudah ada sejak lama.

“Dulu jaman kerajaan kan masyarakatnya banyak bekerja tradisinal, menenun ini salah satunya. Makanya, motif-motif khas Kalianget ini memang lahir disini dan ada sampai sekarang,” terang Resiani.

Resiani juga di masa mudanya aktif menenun. Bahkan sebagai pebisnis, dia sering hilir mudik ikut program pemerintah untuk pameran di berbagai even.
“Saya searang masih aktif memasarkan endek-endek produk warga disini, ke seluruh Bali. Namun sekarang sudah tua, lebih banyak yang datang ke rumah untuk mengambil kain endek ini,” ujarnya.

Resiani juga mengaku kesulitan mencari regenerasi untuk menjalani peekrjaan tenun ikat ini. Generasi masa kini berbeda dari berbagai hal. “Saya tidak tahu, mudah-mudahan warisan nenek moyang kita ini tetap lestari. Tapi saya punya keyakinan, saya meyakini suatu saat tetap akan kembali ke habitat, teun,” ujarnya.

Perkataan Resiani dibarengi dengan kondisi yang ada saat ini. Saat ini walaupun sedikit yang menjalani profesi tenun ini, tetapi masih ada yang menjalani sehingga motif-motif tenun ikat yang lahir sejak ratusan tahun silam tetap ada sampai sekarang.

“Masih ya, tetapi sedikit. Warisan tradisi ini akan tetap ada,” ujarnya. |Putu Nova A.Putra|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts