Menopang Hidup dari Mangrove

Penanaman mangrove di Pantai Teluk Terima, Kawasan Taman Nasional Bali Barat dengan latar belakang perbukitan yang indah |FOTO : Putu Nova A.Putra|

Singaraja, koranbuleleng.com | Pertumbuhan sepanjang  satu sentimeter tanaman mangrove bisa selama enam bulan. Cuma satu sentimeter, tumbuh selama enam bulan.  

- Advertisement -

Begitu sepenggal cerita yang keluar dari Putu  Ngurah Arya, salah satu pelaku konservasi mangrove Putri Menjangan dari Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak.

Ngurah menyatakan, karena pertumbuhan yang lama itu, Mangrove ini sangat berharga bagi kehidupan, bahkan pertumbuhannya dilindungi sekali. 

“Bayangkan, satu pohon mangrove yang sudah tua, dengan banyak akar pohon seperti itu, dirusak dirabas. Berapa kerugiannya, banyak!,” kata Ngurah sambil menunjuk sebuah tanaman mangrove yang sudah tumbuh dewasa. Dia pun memperkirakan, pohon mangrove yang ditunjuk itu bisa berumur lebih dari 25 tahun.

Karena itulah, mangrove ini sangat berguna dan bermanfaat bagi kehidupan. Mangrove adalah oksigen bagi kehidupan, mangrove merupakan penopang hidup.

- Advertisement -

Kenapa begitu? Ngurah mulai bertutur soal pengalamannya bersama rekan-rekannya di Desa Pejarakan melakukan konservasi mangrove secara swadaya hingga kini.

Sejak 10 tahun lalu, Ngurah bersama rekannya melakukan konservasi mangrove ditengah rusaknya alam sekitar.   Mangrove dirabas, untuk apa saja, bahkan hanya untuk makanan ternak kambing.  Akhirnya, abrasi menggempur wilayah pantai hingga sepanjang kurang lebih 13 kilometer, di desa kelahirannya. “Itu catatan kami, kerusakan pantai cukup panjang,” katanya.

Akhirnya, secara bertahap komunitas konservasi Putri Menjangan melakukan perbaikan dengan cara mengembalikan mangrove yang sudah rusak. Mereka mulai menanam satu persatu. Membibit pohon mangrove hingga membesarkannya.

“Sekarang setelah 10 tahun, kami tetap swadaya. Walaupun sudah sering juga ada donator ikut peduli dengan cara-cara konservasi kami. Pemerintah juga mulai ada perhatian.” tuturnya.

Dampak baik dari perjuangan selama 10 tahun itu, Ngurah melihat garis pantai sudah mulai membaik. Abrasi sudah jarang terjadi. “Disitulah pentingnya mangrove untuk kehidupan kita,” katanya lagi.

Satwa laut yang hidup diantara mangrove juga semakin variatif terlihat. Yang dulu terlihat tidak ada, sekarang terlihat meloncat dipermukaan air, berenang bebasnya diantara akar bakau.

“Kepiting dengan leluasa muncul dan kembali lagi ke dalam tanah pasir dengan seenaknya. Semua sudah kembali walaupun masih belum sepenuhnya. Bunyi burung juga terdengar nyaring, sudah banyaklah terlihat,” ceritanya.

Ngurah mengaku, di wilayah konservasi Putri Menjangan, ada enam belas jenis mangrove yang dibudidayakan. “Di Indonesia, ada sekitar 102 jenis mangrove, dan di wilayah kami ada 16 jenis yang sudah hidup,” tuturnya.

Tidak mudah melakukan pembibitan mangrove. Menurut Ngurah, kadang banyak donasi mangrove dari daerah lain yang dibawa ke tempatnya. Namun banyak yang mati.

“Maka itu kami usahakan agar pembibitan langsung di wilayah konservasi supaya tumbuhan menyesuaikan dengan karakter alamnya yang asli. Kalau dibawa dari jauh, tidak bisa ditanam langsung, dibiarkan dulu beradaptasi dengan lingkungan,” ceritanya.

Itulah cerita Putu Ngurah Arya saat ditemui di Pantai Teluk Terima, Desa Sumberklampok saat penyaluran Program Padat Karya Penanaman Mangrove dari bantuan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan bantuan program padat karya melalui penanaman mangrove melibatkan basis kelompok masyarakat. Di Desa Sumberklampok, melibatkan dua kelompok masyarakat yang konsen dalam pelestarian mangrove, yakni kelompok Wana Segara dan Bunga Indah.

Kedua kelompok ini mendapat wilayah penanaman seluas 8 hektar di Pantai Teluk Terima, dan 8 hektar di teluk Gilimanuk. Dua area itu masih menjadi bagian dari Taman Nasional Bali Barat.  Masing-masing kelompok itu menanam 48.000 bibit mangrove.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, RI, Dr. Alue Dohong enanam mangrove di Pantai Teluk Terima |FOTO : Putu Nova A.Putra|

Wakil Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan, Dr. Alue Dohong melakukan penanaman mangrove di kawasan di Pantai Teluk Terima, Desa Sumberklampok, Jumat 23 Oktober 2020.

Menurut Alue Dohong Program Padat Karya Penanaman Mangrove ini merupakan langkah exstra ordinary melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ditengah pandemi Covid-19.  

Indonesia adalah Negara dengan luasan Mangrove terbesar di dunia. Sebarannya mencapai 3.311.207 hektar, yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan.  637.624 hektar termasuk dalam kondisi kritis dan perlu dipulihkan kondisi ekosistemnya.

“Maka itu, kita harapkan, setelah tiga bulan nanti taman nasional bersama masyarakat bisa bekerjasama terus menerus untuk merawat dan memelihara mangrove ini. Harapannya mangrove disini tumbuh baik 100 persen. Jikapun 80 persen, itu sudah bagus,” kata Alue.

Alue menerangkan mangrove merupakan ekosistem yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan pasang surut air laut. Sebagai kumpulan vegetasi endemik yang hidup di antara transisi daerah laut dan daratan di  kawasan pesisir, keberadaan eksosistem atau hutan mangrove menjadi penting sebagai sabuk hijau bagi area pesisir dan sekitarnya, yang sekaligus memberikan multi fungsi secara fisik,ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan masyarakat pesisir.

Warga menanam mangrove

“Hutan mangrove menjadi salah satu sumber penghidupan bagi masyarakat pesisir yang dalam masa pandemi ini merasakan dampak penurunan ekonomi yang paling signifikan,” katanya.

Oleh karena itu, melalui Program Padat Karya Penanaman mangrove ini diharakan dapat menjadi stimulus perekonomian bagi masyarakat di sekitar ekosistem mangrove dan sekaligus mempercepat pemulihan ekonomi nasional, melalui pemberian kesempatan untuk berusaha dan melakukan aktivitas yang dapat memperbaiki keadaan ekonomi masyarakat sekitar ekosistem mangrove.

“Program padat karya ini diharapkan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 67 HOK/hektar, sehingga jumlah HOK yang terserap untuk penanaman mangrove seluas 15.000 hektar sebanyak lebih dari 1 juta HOK,” terang Alue.

Sementara itu, Kepala BPDASHL Unda Anyar, Tutik Wurdiningsih mengatakan Padat Karya Penanaman Mangrove di Bali seluas 100 hektar, tersebar di dalam dan di luar kawasan hutan di Provinsi Bali.

Diantaranya, wilayah Taman Nasional Bali Barat seluas 40 hektar ( kawasan konservasi), wilayah UPTD KPH Bali Barat seluas 30 hektar (kawasan perhutanan sosial dan di luar kawasan), wilayah UPTD KPH Bali utara seluas 10 hektar (luar Kawasan)  dan wiayah UPTD Tahura Ngurah rai seluas 20 Hektar.

Tutik mengatakan hutan mangrove sangat berguna bagi kehidupan, baik dalam ekosistem lingkungan maupun ekonomi.

Perbaikan lingkungan dengan konservasi mangrove menguntungkan banyak hal, salah satunya untuk menahan bencana gelombang pasang bahkan sampai tsunami.  “Mangrove menahan terjadinya abrasi, sebagai benteng pantai ketika terjadi tsunami. Bisa sebagai penghalang gelombang ke daratan. Jadi mangrove lebih dulu meredam gelombang,” terang Tutik.

 Itulah salah satu alasan, PEN ini menyasar konservasi mangrove dengan melibatkan kelompok masyarakat yang peduli terhadap pelestarian mangrove.

Area Mangrove di Pantai Teluk Terima, Taman Nasional Bali Barat

Kegiatan padat karya ini, kata Tutik, melibatkan langsung masayarakat pesisir sebagai yang terdekat dan terdampak dari keberadaan mangrove.  Mereka yang dilibatkan adalah mitra konservasi.

“Jadi walaupun nanti tanpa biaya lagi, otomatis mereka akan menjaga. Ada yang mati, akan mengambil langsung dari perpagul yang telah di tancapkan,” harap Tutik.  

Kerusakan mangrove di Bali tergolong rendah, kata Tutik. Kerusakan bisa diakibatkan oleh sampah karena  akar nafasnya tertutup. Bisa juga diakibatkan alih fungsi maupun hama. 

“Nah semoga program ini bisa menjadikan ekowisata mangrove di Pantai teluk Terima ini.” ujarnya.

Sementara  itu, Ketua Kelompok Wana Segara, Komang Ari mengakui program padat karya penanaman mangrove ini sangat membantu ekonomi masyarakat kecil.  Ari melibatkan sekitar 29 orang anggota kelompok dalam penanaman mangrove ini.

“Kami memang sudah terlibat pelestarian mangrove ini sejak 10 tahun silam, secara swadaya,’ terangnya.

Ari mengaku bahwa mangrove ini sangat penting bagi kehidupan alam semesta. “Abrasi berkurang, udara pesisir menjadi lebih segar,” kata Ari.

Hal yang sama dikatakan oleh Bahri, Ketua Kelompok Neayan Bunga Indah yang juga aktif melakukan upaya konservasi mangrove.

“Kalau mangrove punah menangkap ikan susah. Bisa dibandingkan, tahun tujuh puluhan kegiatan mencar gampang, banyak ikan tapi beberapa tahun terakhir berkurang. Maka itu kita harus mengembalikan mangrove ini,” ujar Bahri.

Sementara itu, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Setda Buleleng, Putu Karuna program ini dapat memberikan dampak positif terhadap kelestarian lingkungan di Kabupaten Buleleng. Dengan cara padat karya seperti ini, kelompok yang melakukan penanaman juga diberikan upah harian. Sehingga dapat membantu dalam situasi pandemi seperti sekarang ini.  

“Kami dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng akan terus mendorong keberhasilan program-program yang ada, baik itu dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga pemerintah daerah,” ungkapnya.

Pewarta : I Putu Nova A.Putra

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts