Literasi Sebagai Forum Nalar (Catatan Safari Literasi #2 di Kulidan Kithcen & Space)

Sawah masih menghampar di Guwang, Sukawati, Gianyar. Para petani dengan kesetiaannya tampak sebagai anomali. Ketika siapapun datang ke Bali dengan pikiran pariwisata maka roda pertanian tradisional telah menjadi masa lalu. Hanya tersisa sedikit pada sejumlah desa yang sekuat daya untuk tertahan. Alih fungsi lahan persawahan untuk mendukung pariwisata Bali. Tapi Guwang yang sangat dekat dengan kawasan pariwisata Gianyar hadir sebagai anomali.

Guwang sore, 25 Februari 2023 adalah Bali dengan tradisi pertanian subak. Padi menguning dan panen sudah dimulai di beberapa titik. Jerami dibakar mengumpulkan asap serta aroma wangi khas tanah pertanian. Pasti ini aroma asing bagi generasi milineal. Semua itu terjadi di bawah bayang-bayang mendung dan hujan. Jalan mulus membelah persawahan. Jalan ini tidak lurus benar. meliuk bagai ular sawah. Seperti biasa memang di tengah-tengah hamparan itu muncul bangunan-bangunan baru dan pinggir jalan pun sudah penuh dengan bangunan modern seperti warung untuk minum. Dalam latar belakang itulah Kulidan Kitchen & Space dibangun, tepat di tepi jalan. Bangunan ini memang khas bangunan-bangunan modern di pusat-pusat pariwisata Bali. Tapi tentu ada perbedaannya karena pemiliknya Komang Adiartha memiliki pandangan yang berbeda.

- Advertisement -

Space yang ia bangun tidak hanya tempat untuk minum kopi tetapi juga tempat berbagai kegiatan seni, budaya, dan pemikiran. Juga tempat ini digunakan untuk melayani anak-anak setempat dalam belajar menggambar. Di samping tempat minum kopi Kulidan Kitchen & Space juga sebagai tempat untuk berpameran serta pentas musik dan teater.

Agenda safari literasi #2 yang mengusung kegiatan launching buku Proses Kreatif dan Cerpen Saya juga terjadi di tempat ini. Semuanya berawal dari kesamaan visi dalam memahami wacana atau narasi besar yakni konstelasi atau pertarungan antara materi dan ide. Karena itulah tempat ini dipilih dan disambut hangat oleh Komang Adiartha, pemilik. Hanya dalam pembicaraan singkat akhirnya diputuskan tanggal dan waktu kegiatan.

Yang hadir memang tidak banyak namun tempat ini menjadi ruang diskusi sastra di bawah mendung senja anomali subak Bali. Safari literasi yang dirancang dalam rangka gerakan literasi akar rumput ini memang menyasar komunitas atau tempat-tempat yang menjadi ruang untuk bercurah gagasan atau melakukan apresiasi kesenian atau budaya. Itu telah tumbuh di daerah-daerah tertentu, entah di desa di pusat-pusat industri pariwisata atau di sentra kebudayaan urban di Bali.
Bali memang tumbuh dalam perubahan dan transformasi sosial hebat namun di balik itu semua tidak hanya ada kilau dan gemerincing ekonomi turis tetapi juga kegelisahan dan resistensi. Lahirlah komunitas-komunitas atau tempat-tempat untuk berdiskusi, memikirkan ulang apa yang sedang terjadi yang sejatinya adalah kegelisahan di tengah-tengah masyarakat. Karena itulah keberadaan tempat seperti Kulidan Kitchen & Space menjadi hal yang menarik.

Selama diskusi berlangsung memang pembicaraan pada awalnya berfokus kepada sastra. Namun karena sastra adalah kehidupan itu sendiri maka diskusi pun tergelincir pada hubungan sastra dan realitas yang memang lebih mengarah kepada persoalan-persoalan yang diceritakan di dalam Proses Kreatif dan Cerpen Saya (Artika, 2022). Hubungan sastra dan realitas itu memang bagian yang terkuat dari sastra. Realitas sering dilacak di dalam sastra atau yang menarik dari sastra adalah realitas yang diperamnya. Maka realitas dalam hal ini ingin dipisahkan dari ibunya yaitu sastra. Memang agak sulit menolak perspektif ini. Mengaitkan sastra dengan realitas dan bahkan kemudian mencopot realitas dari novel, dari cerpen, dari puisi adalah keniscayaan. Jarang sekali sastra dipandang secara otonom.
Namun di dalam forum ini terjadi usaha untuk menyeimbangkan pendekatan-pendekatan yang sering digunakan di dalam sastra. Sastra kemudian dapat dipandang sebagai biografi atau representasi pengalaman pengarang. Sastra juga dapat dipandang secara pragmatik karena memiliki fungsi bagi manusia dan masyarakat sebagaimana ditunjukkan dalam gerakan realisme sosialis.

- Advertisement -

Sastra juga dipandang sebagai sesuatu yang mandiri dan otonom ketika ia hanya dikaitkan dengan urusan bahasa yang indah atau struktur yang mengatur dirinya sendiri dan sekaligus menutup dirinya dari luar. Karena itu sastra adalah terbentang di antara empat kemungkinan, yaitu sastra dan alam atau mimmimesi sastra dan pengarang atau ekspresif, sastra dan dirinya sendiri dan ini otonom. Yang keempat adalah sastra itu memiliki fungsi bagi manusia dan masyarakatnya.
Karena forum ini menghadirkan pengarang dan buku yang diluncurkan maka pengarang berbicara dari dalam dan mengenai dirinya.

Cerita pendek di dalam buku ini seperti sedang dikuliti oleh pengarangnya sendiri. Memang ada semacam tabu jika seorang pengarang mengaitkan karyanya dengan realitas karena dengan demikian seolah-olah karyanya menjadi rendah mutunya atau sering dianggap sebagai duplikasi kenyataan. Hilanglah nilai sastrawinya.

Justru di dalam forum ini pengarang mengatakan bahwa yang terpenting dari sastra bukanlah imajinasi tetapi peristiwa-peristiwa yang ada di dalam kehidupan itu yang dikemas dalam drama, puisi, novel, roman, esai, prosa liris, dll. Jika peristiwa itu tidak ada maka sastra tidak lahir. Pengarang menggunakan sedikit imajinasi untuk menghadirkan kembali peristiwa-peristiwa kehidupan dan sejarah.
Forum ini ingin menegaskan bahwa sastra itu sejatinya peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi dalam kehidupan manusia dan sejarahnya. Daya imajinasi pengarang hanya digunakan sedikit saja untuk memberi warna bagi peristiwa kehidupan tersebut sehingga tampaklah hubungannya terputus sehingga sulit dilacak secara objektif dan positif. Imajinasi mungkin sudah menjadi jurang antara sastra dan realitasnya. Poin Ini mendapat penekanan di dalam diskusi buku yang diluncurkan.

Konsep proses kreatif pengarang adalah sejalan dengan teori intertekstualitas yang dikembangkan oleh Julia kristeva. Sastra itu sama sekali bukanlah ciptaan pengarang. Sastra adalah kutipan-kutipan teks dari semesta. Julia Kristeva mengatakan bahwa peranan pengarang bukanlah sebagai kreator tetapi hanya sebagai talang air. Karena itu sastra adalah muara dari teks-teks yang sudah ada di dalam semesta dan pengarang adalah sungai-sungai yang mengalirkan teks-teks tersebut dari hulunya.

Dalam buku ini diulas secara mendalam satu bagian terpenting yaitu proses kreatif lahirnya cerpen-cerpen ini. Pengarang menjelaskan bahwa semua cerita di dalam cerpen di dalam bukunya bersumber dari peristiwa-peristiwa nyata di dalam kehidupan yang diketahui oleh pengarangnya sendiri. Yang terpenting dari sastra adalah peristiwa memiliki nilai dan daya tarik. Pengarang-pengarang hebat sangat beruntung menemukan itu. Dengan imajinasi peristiwa-peristiwa dalam kehidupan lahir kembali sebagai sastra cerita, novel, puisi, dan drama.
Diskusi-diskusi semacam ini memang masih merupakan aktivitas yang sangat terbatas dan jarang karena orang Bali tampaknya lebih mementingkan kehidupan ekonomi ketimbang budaya bernalar. Bali di tengah glamornya materialisme maka yang butuhkan juga adalah ruang-ruang bernalar untuk mencurahkan segala kegelisahan sosial. Peranan pusat-pusat curah nalar seperti yang ada di Kulidan Kitchen & Space sangat penting karena akan menjadi ruang-ruang untuk mengkritisi kondisi sehingga tumbuh pemikiran-pemikiran yang mampu mengontrol derasnya narasi resmi atau narasi-narasi ekonomi yang seolah-olah terjadi semuanya karena untuk masyarakat.

Pada kenyataannya masyarakat hanya mendapatkan percikan kecil saja namun terasa amat populis. Tempat yang berfungsi untuk curah nalar akan berperan penting dalam mendewasakan dan mandiri.
Arti penting kegiatan ini bagi komunitas, pusat-pusat atau ruang-ruang curah kegelisahan orang Bali pada khususnya dalam rangka mengisi agenda dari perspektif literasi. Bahwa literasi harus digerakkan dan diupayakan tanpa terjadi hanya pada ruang pemerintah yang formal.
Ruang literasi formal adalah ruang yang hampa sebagaimana penuh dengan jargon pembangunan yang indah. Ruang literasi sejatinya adalah di mana masyarakat hidup dan tumbuh, entah itu di dalam pertanian; entah itu di rumah-rumah para petani garam; entah itu bisa dibangun di tengah-tengah masyarakat perkebunan kopi. Atau literasi dibangun di akar rumput tepatnya pada keluarga-keluarga urban.
Kegiatan launching buku di Kulidan Kitchen & Space adalah dalam rangka membangun gerakan literasi yang betul-betul di akar rumput. Literasi sebagaimana menjadi ajang diskusi dan perbincangan yang cair dan di dalamnya para peserta ingin mendapatkan pengetahuan dari buku yang diperbincangkan; dari pengalaman yang disajikan, dari pengetahuan yang muncul, dan dibawa oleh para pemiliknya. Inilah literasi di akar rumput. Karena itu, definisi literasi bukan hanya lagi soal membaca, bukan hanya lagi soal buku tetapi literasi adalah sebuah forum bersama mandiri, berswadaya, membumi. Di dalam forum-forum ini anggota masyarakat menyumbangkan pengetahuannya dan sekaligus belajar dari pengetahuan orang lain.

Temuan terpenting dari pengalaman di Kulidan Kitchen & Space adalah bagaimana kemudian literasi itu lebih berupa pertukaran wacana atau pengetahuan. Mungkin inilah literasi yang sudah melampaui kegiatan membaca karena literasi adalah kegiatan bernalar atau literasi adalah kegiatan berpikir kritis. Jika hal ini berkembang masyarakat sudah memasuki new literasi. New literasi adalah literasi sebagai gerakan sosial dan literasi sebagai pemikiran untuk membangun kesadaran-kesadaran baru di tengah-tengah masyarakat.

Sehubungan dengan itu, maka new literasi membutuhkan ruang-ruang berbincang yang berkelanjutan mandiri dan tumbuh di bawah. Di dalam ruang-ruang inilah masyarakat mendapatkan pengetahuan atau belajar. New literasi adalah kegiatan mengolah pengetahuan untuk melakukan gerakan-gerakan sosial ideologi ekonomi atau kebudayaan. Jika melihat Bali dengan berbagai potensi maka new literasi itu harus digerakkan oleh para cendekiawan. Mereka harus bisa mengembangkan gerakan-gerakan yang berbasis pada pengetahuan.

Itulah catatan safari literasi kulidan Kitchen & Space. Di sini literasi sudah melampaui kegiatan membaca dan menulis. Literasi adalah kemudian menjadi kegiatan bernalar atau forum-forum nalar dan ini berlangsung di tengah-tengah masyarakat akar rumput. Namun demikian masih harus banyak dibutuhkan tempat-tempat seperti kuli dan kitchen and Space dan ini harus juga menjadi gerakan di seluruh Bali untuk melihat anomali anomali yang sedang terjadi di Bali. (*)

Penulis : Dr. I Wayan Artika., S Pd. M.Hum (Akademisi Undiksha/Penggerak Literasi Akar Rumput, Desa Batungsel, Pupuan)

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts