Generasi Arja Buleleng Hilang dan Sulit Regenerasi

“Yang terpenting saya berupaya untuk tetap melestarikan seni arja di Buleleng, walaupun regenerasinya sangat sulit. Susah sekali mencari kader Arja di Buleleng, sangat susah.  Yang penting ketika upaya pelestarian ini berjalan, lalu ada orang yang bertanya, apakah di Buleleng ada Arja? Saya bisa optimis menjawab, ada kok, pang gondong neh,” terang Raksa.

Denpasar, koranbuleleng.com, Sanggar Arja, Manik Sari, Desa Sari Mekar, Kecamatan Buleleng kini satu-satunya sanggar kesenian Arja yang hidup di Buleleng.

Dulu, iya banyak atau setidaknya ada puluhan sanggar Arja hidup di Buleleng. Tetapi kini, generasi dari seniman arja ini menghilang, tanpa regenerasi secara normal. Dalam kurun 15 tahun terakhir ini, generasi penari Arja hampir tidak ada di Buleleng.

- Advertisement -

Dalam pentas di Pesta Kesenian Bali ke-38 di Kalangan Ayodya, Taman Budaya-Art Center Denpasar, Sanggar Arja Manik Sari ini mementaskan lakon berjudul Kerajaan Bojanegara, Senin 4 Juli 2016. Dalam cerita ini, Raja Bojanegara yang kasmaran dengan perempuan lain karena terkena guna-guna atau santet.  Sang raja lari ke suatu wilayah untuk hidup bersama dengan perempuan yang menguna-gunai.

Dalam rentan waktu tertentu, permaisuri raja ini akhirnya mencari sang Raja. Dengan berbagai upaya, permaisuri menyadarkan sang raja. Cara permaisuri pun menyadarkan sang raja dengan berbagai penuh kasih sayang, dan penuh kesabaran.

Cerita ini membawa pesan yang sangat dalam di masa kini, bahwa segala masalah tidak boleh diselesaikan dengan kekerasan, tetapi dengan kesadaran dan pemikiran yang jernih. Tidak semua masalah harus diselesaikan dengan menambah konfilik.

Klian Sekaa Arja Manik Sari, Putu Raksa Sulaksana, setiap pesan dalam pementasan arja sebenarnya masih sangat relevan bila diterapkan dalam kehidupan sekarang ini. Namun, karena modernisasi, banyak yang melupakan Arja ini sebagai seni pembawa pesan kehidupan tetapi justru lebih dipandang sebagai seni tradisional yang sudah tidak relevan dengan jaman atau kuno.

- Advertisement -

Dari persoalan itu, akhirnya kesenian arja di Buleleng tidak bergairah seperti kesenian lainnya seperti Bondres.

Karena itulah, Raksa mengakui untuk meregenerasi seniman Arja di Buleleng sangat sulit. Kesulitan itu banyak faktor selain karena digilas modernisasi.

“Seorang penari Arja harus multitalenta, Dia wajib menari, Dia harus bisa mekidung. Tetapi anak muda sekarang jarang yang mau mekidung. Regenerasi kami lakukan sangat lama, sekarang baru ada satu, dan itu butuh waktu yang sangat lama. Setelah yang muda ini jadi, tidak tahu apakah beberapa bulan lagi, atau setahun dua tahun kedepan ada lagi yang mau belajar seni Arja ini? ,” terang Raksa Sulaksana yang juga pelatih tari.

Raksa mengatakan, dirinya sudah mendirikan sekaa arja ini sejak tahun 2004, namun baru dikenal sejak tahun 2010 ketika pertama kali dipanggil untuk pentas di PKB pada tahun tersebut.

Saat ini, pemain arja di sanggarnya hanya berjumlah 12 orang. 12 Orang ini sudah ada sejak sanggar ini didirikan, namun saat ini baru ada satu orang seniman muda Arja.

Raksa menyatakan dirinya memang tidak bisa mengikuti jejak Arja di wilayah Bali Selatan yang cukup membumi. “Yang terpenting saya berupaya untuk tetap melestarikan seni arja di Buleleng, walaupun regenerasinya sangat sulit. Susah sekali mencari kader Arja di Buleleng, sangat susah.  Yang penting ketika upaya pelestarian ini berjalan, lalu ada orang yang bertanya, apakah di Buleleng ada Arja? Saya bisa optimis menjawab, ada kok, pang gondong neh,” terangnya.

Raksa juga masih menjaga pakem-pakem alami arja ini seperti pakaian, hiasan dari bunga asli serta yang lainnya. Ada ebberapa unsur yang dijaga secara murni oleh Raksa dalam setiap meentasan Arja yaitu bunga asli, pakaian pakem, dan make-up natural.

“Disamping itu, gegonajakan tidak banyak seperti lawak tradisional sekarang. Memang kurang begitu  lucu. Tetapi saya mementingkan cerita, pupuh dan igel. Lawak hanya beberapa persen saja. Makanya jangan kaget bila arja kami tidak lucu seperti arja jaman sekarang, kriteria saya ya itu, karena kalau memasukkan unsur lawakan lebih banyak, saya kira kriteria arja sudah menurun,tidak aka nada pesan yang bisa disampaikan,” jelasnya.

Salah satu pemain muda dari sanggar Arja Manik Sari, Ketut Suardana mengakui pemain Arja sangat langka, terutama generasi muda. Langkanya pemain arja di Buleleng salah satunya juga karena minimnya even.

“Di Buleleng evennya sangat minim, jarang ada yang menggelar Arja, atau mengupah kesenian Arja ini. “kata Suardana.

Suardana mengatakan menari arja ini memang sangat sulit. Selain harus bisa megending dan menari tetapi harus tahu pakem-pakem dari Arja itu sendiri.

“Saya memang baru empat kali bermain dalam Seni Arja ini, ada banyak pakem yang harus kita ikuti. Pakem itu sifatnya mengikat antara cerita, tari dan tabuh, dan lagu atau pupuh. Banyak sekali pupuh-pupuh yang harus dihapalkan.” ujar Suardana.

Sampai saat ini, Suardana mengaku masih menjalani pembinaan dalam berkesenian arja ini.

Disisi lain, Kasi Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Buleleng, Wayan Sujana yang juga seorang seniman tradisional juga mengakui arja di Buleleng sangat langka. Disbudpar Buleleng saat ini masih berupaya untuk terus menggali, mendata dan melestarikan Arja ini.

Sujana juga mengatakan Arja ini adalah kesenian tradisional dengan konsep teater total, dimana penarinya harus serba bisa.

“Ïni kan kesenian tradisional dengan teater total. Pemainnya harus bisa menyanyi, menari, tahu tabuh dan bisa berdramatisasi. Kesulitan saat ini banyak anak muda yang tidak bisa metembang. Semua ini saling mengikat. Ada yang bisa menari, tetapi metembang tidak bisa, ada yang bisa metembang belum tentu bisa menari dan memainkan drama,” jelas Sujana.

Dulu kata Sujana, ada sekaa arja di Desa Patas dengan kliannya seorang muslim tetapi sekaa tersebut kini sudah bubar. Keberadaan sekaa dari Desa PAtas itu juga sangat baik.  Itu menandakan, di jaman dulu Arja pernah Berjaya di Buleleng.

“Jadi ini kita akan bangkitkan kembali. Kita coba kerja sama dengan sanggar-sanggar. Jika bisa, sanggar-sanggar ini harus mampu melahirkan seniman yang bisa metembang, menari dan bermain drama. Tetapi ini memang butuh proses yang panjang,” terangya.

Kedepan, kata Sujana kesenian arja ini berencana kan dipentaskan dalam panggung Buleleng Festival untuk mengeksplorasi kesenian yang sudah nyaris hilang di Buleleng. |NP|

 

 

 

 

 

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts