Pengukuran Lahan Sengketa di Desa Bungkulan Diwarnai Kericuhan

Singaraja, koranbuleleng.com| Pengukuran lahan sengketa Pura Yeh Lembu di Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng diwarnai kericuhan, Jumat 12 Agustus 2016.  Sejumlah warga yang hadir menolak hasil pengukuran itu. Adu argumen antara para pengempon Pura Yeh Lembu dan petugas pengukuran Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak dapat terhindarkan. Beruntung aparat keamanan dari Polsek Sawan pengukuran sigap dan akhirnya berhasil mengendalikan situasi yang mulai memanas.

Seperti yang diketahui, pengukuran ulang untuk menentukan batas-batas tanah yang disengketakan antara krama pengempon Pura Yeh Lembu, Desa Pakraman Bungkulan, Kecamatan Sawan dengan seorang warga perorangan yang dilakukan ini merupakan kelanjutan dari pengukuran ulang yang telah dilakukan dua minggu sebelumnya Rabu 21 Juli 2016 lalu.

- Advertisement -

Pengukuran ini pun disaksikan puluhan krama pengempon , hingga aparat kepolisian dan TNI menjaga dengan ekstra ketat jalannya proses pengukuran. Sengketa ini mencuat setelah Luh Erna Sutini Wagen mengklaim tanah yang telah dibanguni balai pesandekan oleh karma sebagai milik orangtuanya. Sementara karma sendiri berdalih tanah di tepian pantai itu merupakan tanah negara.

Berdasarkan pantauan koresponden koranbuleleng.com, situasi memanas terjadi saat petugas dari BPN mulai mengukur. Sejumlah pengempon Pura Yeh Lembu merasa tidak puas dengan batas-batas tanah yang diukur oleh pihak BPN Singaraja. Awalnya, mereka hanya menegur salah satu petugas ukur BPN Singaraja untuk memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukan di tempat tersebut sudah tidak sesuai dengan batas yang ada di tahun 2005, ketika merasa protes tersebut tidak digubris, mereka terlihat semakin emosional.

Petugas keamanan terpaksa harus bekerja ekstra ketat dan menarik salah satu petugas ukur BPN Singaraja untuk menjauhi lokasi dan menghentikan pengukuran tersebut. Pengukuran pun akhirnya tak dapat dituntaskan.

Ketut Sumardhana, yang merupakan salah satu warga pengempon  mengungkapkan, bale pesandekan itu berdiri sudah berdasarkan surat rekomendasi Bupati Buleleng tahun yang diterbitkan pada tahun 2005. Disana juga disebutkan kalau tanah yang disengketakan itu adalah tanah negara.

- Advertisement -

“Tempat ini dari dulu sudah bermasalah, namun bisa dihentikan, sewaktu saya menjabat kepala desa. Perlu dicatat, dulu keluarga Luh Erna Sutini Wagen sudah pernah menggugat, namun kalah selaku penggugat lahan ini di pengadilan. Muncul sertifikat tahun 2013 jumlahnya 45 are. Anehnya, ketika lahan 45 are tersebut diukur, bale pesandekan yang dibangun dengan dana swadaya oleh seluruh krama kena pengukuran. Padahal bangunan tersebut sudah berdiri sejak tahun 2005. Sudah seperti itu faktanya, malah sekarang kok lagi digugat,” terangnya.

Dilanjutkannya lagi, Untuk menyelesaikan sengketa ini krama mengaku akan segera mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Singaraja dan juga melaporkannya ke Pemerintah Pusat.

Secara terpisah, pengacara dari Luh Erna Wagen yakni Putu Wisnu, SH mengatakan, tanah kliennya itu telah bersertifikat hak milik (SHM) tahun 2013. Semula lahan seluas 50 are dan setelah disumbangkan untuk pelebaran jalan seluas lima are, sehingga luas sesuai sertifikat tanah kliennya itu seluas 45 are termasuk tanah yang kini disengketakan.

“Sesuai sertifikat tanah yang disengketakan, milik klien kami sesuai PPJB tahun 2006 semula luasnya 50 are disumbangkan untuk jalan lima are sehingga di sertifikat tercantum 45 are. Kami hanya mengikuti prosedur, karena ini sudah bersertifikat. Terkait keberatan yang diajukan pengempon Pura Yeh Lembu, silahkan mengajukan keberatan ke BPN Singaraja, itu sah-sah saja. Sekarang klien saya menunggu hasil kejelasan dari BPN,” jelasnya. |NH|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts