Belajar Tentang Sampah Dari Bantaeng

Belajar Tentang Sampah Dari Bantaeng

Makassar, koranbuleleng.com| Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) telah menorehkan prestasi gemilang terkait dengan pengelolaan sampah melalui Manajemen pengelolaanTempat Pembuangan Sampah Terpadu ( TPST).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan predikat terbaik bidang pengelolan TPST pada tahun 2010 Silam. Hal ini menjadikan dasar bagi Pemkab Buleleng untuk mencari tahu tata kelola TPST secara profesional melalui program kunjungan kerja. itu diaraih oleh kabupaten ini tahun 2010.
- Advertisement -

Hal ini terkait program Buleleng Bebas Sampah Plastik Tahun yang salah satunya melalui pengelolaan TPST.

Kunjungan ini dipimpin Asisten II Sekkab Buleleng Ida Bagus Geriastika, didampingi Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamananan (DKP) Nyoman Genep, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Drh. Nyoman Suryatemaja, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Nyoman Swatantra, dan Kepala Dinas Kehutanan Perkebunan (Dishutbun) Ketut Nerda, Kabag Humas dan Protokol Made Supartawan, dan KSB Pemberitaan Cok Aditya.

Rombongan Pemkab Buleleng diterima langsung oleh Kepala Bappeda Kabupaten Bantaeng Prof. Dr. H. Syamsu.

Asisten II Geriastika mengatakan, dasar pertimbangan berkunjung ke Kabupaten Bantaeng karena daerah ini sukses mengelola TPST sehingga perlu ditiru dan diterapkan di Buleleng.

Materi ini dinilai penting karena manajemen TPST yang sedang digenjot di Buleleng masih perlu dikembangkan.

Dari kunjungan ini, Geriastika menilai Kabupaten Bantaeng sukses mengelola Sampah dengan baik karena menekankan kesadaran masyarakat untuk selalu menjaga lingkungannya dengan baik.

“Ini sangat penting kita pelajari karena di daerah kita juga terus menambah TPST dan ini memerlukan manajemen yang baik. Mencari pembanding ini untuk kita coba kombinasikan dengan pola pengelolaan yang sudah kita lakukan,” katanya.

Sementara itu Kepala DKP Buleleng Nyoman Genep mengatakan, secara umum pengelolaan TPST antara di Bantaeng dengan di Buleleng hampir ada kesamaan. Pengelolaan itu mulai dari proses pemilahan antara sampah organik dan non organik.
- Advertisement -

Di Bantaeng sampah non organik seperti plastik dan botol masuk ke TPST kemudian diolah menjadi bahan setengah jadi. Produksi per bulan sebanyak delapan ton dijual ke Surabaya untuk di daur ulang kembali.

Sementara di Buleleng pengolahan sampah organik memang sudah dilakukan hanya saja untuk mencacah hingga menjual ke pengepul belum dilakukan. Sampah non organik itu hanya dijual kepada pengepul barang rongsokan.

Sementara produksi sampah di Buleleng tercatat 125 ton per hari. Total volume ini jauh lebih sedikit dengan volume sampah di Bantaeng yang hanya 70 ton per hari.

Volume yang semakin tinggi itu tidak bisa dihindari karena perkembangan penduduk di Bali Utara.

“Kalau pemilahan dan pengolahan hinga menjadi bahan setengah jadi di Bantaeng sudah dilakukan, nah kita belum lakukan itu. Cara ini nantinya akan kita coba tiru dan ini perlu kita lakukan persiapan yang matang dan berkoordinasi lebih lanjut,” terang Genep.

Menurut Genep, baru ada 25 desa di Buleleng yang mengelola TPST dan beberapa desa telah mengelola rumah kompos dibawah binaan BLH Buleleng.

Untuk menambah banyak TPST itu, desa di dorong untuk membeli lahan dengan luas rata-rata tiga are dengan memanfaatkan Alokasi Dana Desa (ADD).

Langkah ini dilakukan karena desa-desa masih kesulitan lahan milik desa dinas atau aset desa pakraman yang akan dibangun TPST.

“Tahun 2017-2021 kita targetkan semua desa memiliki TPST. Dengan demikian, warga semakin sadar dan berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan sampah,” jelasnya.

Yang menarik, kata Genep, Langkah yang dilakukan Kabupaten Bantaeng adalah memberikan gaji kepada pekerja kebersihan dengan gaji standar.

Di samping itu kesadaran warga dalam menjaga kebersihan lingkungan juga harus dihenjot terus seperti yang dilakukan oleh Pemkab Bantaeng. |NP|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts