Pemprov Bali Anggarkan 200 Miliar Bebaskan Lahan

Singaraja, koranbuleleng.com | Pemerintah Provinsi Bali kembali akan membebaskan lahan untuk pembangunan jalan batas baru Singaraja-Mengwitani titik 7,8,9 dan 10, atau popular disebut jalur shortcut. Dinas PUPR Provonsi Bali menyiapkan anggaran 200 miliar. Dalam tahap perencanaan, pembebasan lahan di keempat titik itu ditargetkan berakhir Desember 2019 karena di tahun 2020 sudah mulai dilakukan pembangunan.

Dari trase DED, sempat ada pergeseran titik karena ada beberapa hal, diantaranya pemakaman umum, sumber air dan mata air. Sumber mata air dan mata air biasanya disucikan oleh masyarakat sehingga sangat dihindari untuk dibangun jalan baru.  

- Advertisement -

Sesuai dengan trase DED, Empat titik berada di wilayah Desa Gitgit, Desa Wanagiri dan Desa Pegayaman. Lokasi keempat titik itu diantaranya titik 7 berada di desa Wanagiri, desa Gitgit dan desa Pegayaman. Titik 8 berada di desa Gitgit dan titik 9 dan 10 berada di Desa Pegayaman.  

Kepala Dinas PUPR Provinsi Bali , Ir. I Nyoman Astawa Riadi, M.Si bersama pihak-pihak terkait melakukan pendataan awal terhadap masyarakat yang terdampak. Pemerintah Provinsi Bali akan melakukan ganti untung sebelum projek rekonstruksi dimulai.

Menurut Astawa Riadi, melihat kebutuhan alur transportasi, keempat titik tersebut sangat urgen untuk dibangun. “Sekarang ini sudah sangat padat untuk dilalui. Jalan batas baru di empat titik ini agar pengendara bisa melintas dengan nyaman dan durasi tempuh menjadi lebih cepat.” ujar Astawa Riadi saat sosialisasi pendataan awal di dusun Pererenan bunut, Desa Gitgit bersama sejumlah masyarakat sebagai pemilik lahan yang terkena dampak, Selasa 29 Oktober 2019.

Kepala Dinas PUPR Provinsi Bali , Ir. I Nyoman Astawa Riadi, M.Si

Astawa Riadi mengajak peran serta masyarakat untuk ikut mendukung dan mempercepat proses ini. Pemerintah sudah siap melakukan ganti untung terhadap lahan yang terdampak.

- Advertisement -

Ganti untung bukan hanya pembayaran tentang lahan, namun juga semua yang berada diatas permukaan lahan akan diganti untung. Semisal, penghasilan dari satu pohon cengkeh setiap tahunnya akan dihitung dan diganti oleh pemerintah. Begitupun nilai bangunan juga akan diganti.

Untuk anggaran pembebasan lahan, sudah disiapkan anggaran sebesar Rp. 190 Milyar. Untuk DPA di DPUPR total menjadi Rp. 200 Milyar. Jumlah ini masih menjadi estimasi. Tergantung nanti dari tim appraisal berapa jumlah yang harus dibayarkan kepada masyarakat yang terdampak. Pemerintah tidak menentukan berapa harga dari lahan masyarakat. “Dari Rp 200 Milyar itu, bisa kurang bisa lebih. Nanti tim appraisal yang menentukan,” ujar Astawa Riadi.

Dari pendataan awal yang dilakukan tim persiapan pembebasan lahan, tercatat ada 145 orang yang lahannya terdampak pembangunan shortcut ini. Jumlah tersebut tersebar di tiga desa yaitu Desa Wanagiri, Desa Gitgit, dan Desa Pegayaman. Lahan yang terdampak diestimasikan mencapai 31,41 hektar.

Sementara itu, Anggota Tim Pembebasan Lahan yang juga Kepala Bagian Pemerintahan, Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Provinsi Bali, Dewa Made Ardana menyebutkan jumlah 145 orang tersebut bisa saja berkembang karena trase jalan baru bisa saja berubah.

Pendataan awal ini merupakan gerakan pertama untuk menuju ke konsultasi publik. Data riil akan didapat dari pendataan awal sehingga bisa berlanjut ke konsultasi publik. “Nanti saat konsultasi publik yang rencananya digelar tanggal 5 November 2019, kita akan undang tiga desa ini, warga yang terdampak dan tokoh masyarakat,” ujarnya.

Dirinya menambahkan acuan penentuan lokasi (penlok) bisa dikeluarkan setelah masyarakat sepakat pada saat konsultasi publik. Ini dikarenakan output dari konsultasi publik adalah Berita Acara sebagai dasar penerbitan penlok. Segala keberatan dan masukan akan muncul di Berita Acara tersebut. “Sesuai dengan aturan yang ada, apabila ada keberatan, masih ada waktu dan diberikan kesempatan,” pungkas Dewa Made Ardana.

Dalam pertemuan dengan pemilik lahan, tim teknis dari pihak konsultan PT Tata Guna Patria, I Nyoman Widana Negara menjelaskan gambar desain Titik 7 dibangun terputus (keluar masuk jalan exiting,Red) mulai dari Kilometer 55 sampai Kilometer 61, yang berada di wilayah Desa Wanagiri. Kemudian titik 8 dibangun nyambung dari Kilometer 63 sampai Kilometer 64, berada di wilayah Desa Gitgit.

Sedangkan titik 9-10 dibangun tersambung dari Kilometer 65 sampai Kilometer 68, berada di wilayah Desa Pegayaman.  

Ruas titik 7-8 berada disisi barat ruas jalan exiting, sedangkan titik 9-10 berada di sisi timur ruas jalan exiting.  Total batas jalan baru di empat titik ini mencapai 6.546 meter. Lebih panjang dari jalan exiting hanya 5.679 meter. 

Titik 7-8 dan titik 9-10 memiliki tingkat kelandaian yang nyaman dilalui, dengan jumlah tingkungan 22, dari jumlah tikungan yang ada di ruas jalan exiting sebanyak 70 buah.

Secara detail,  titik 7 dibangun sepanjang, 1.256 meter, kemudian titik 8 memilik panjang, 1.380 meter, dan titik 9-10 memiliki panjang 4.010 meter.  

Khusus titik 7, terbagi lagi karena harus memotong jalan exiting (keluar masuk ruas jalan yang ada,Red) masing-masing titik 7A, 182 meter, titik 7B, 278 meter, titik 7C, 141 meter, titik 7D, 340 meter dan titik 7E, 315 meter.

“Lebar konstruksi badan jalan 7,5 meter, kemudian bahu jalan kanan-kiri masing-masing 2 meter.” Katanya.

Sementara dari titik 7-8 dan titik 9-10, akan dibangun jembatan sebanyak 8 jembatan, masing-masing di titik 7 ada 1 jembatan, kemudian titik 8 ada 2 jembatan, dan titik 9-10 ada 5 jembatan.|NP|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts