Paruman Desa Adat Kubutambahan Tertutup

Paruman adat di Desa Adat Kubutambahan berlangsung tertutup. Dua krama desa adat dari krama linggih sempattelrihat keluar dari paruman saat paruman masih berlangsung. |FOTO : Edy Nurdiantoro|

Singaraja, koranbuleleng.com | Paruman Agung Desa Adat Kubutambahan berlangsung digelar secara tertutup di Bale Agung Pura Desa Kubutambahan, Sabtu 27 Pebruari 2021.

- Advertisement -

Paruman ini hanya boleh diikuti oleh krama linggih. Paruman dijaga ketat oleh aparat kepolisian dan Pecalang Desa Adat Kubutambahan.

Paruman membahas tentang aset-aset milik desa adat, termasuk lahan duwen pura yang sempat diisukan untuk pembangunan bandara.

Dua orang dari krama linggih, Gede Sumenasa dan Ketut Ngurah Mahkota sempat terlihat keluar dari paruman, setelah kurang lebih berjalan selama 1 jam. Alasan mereka keluar paruman karena paruman agung tidak melibatkan dua komponen masyarakat lain, yakni krama sampingan dan krama latan.

” Kami berharap tiga komponen masyarakat kedepan bisa dilibatkan dalam paruman agung ini,” ungkap Sumenasa.

- Advertisement -

Sementara usai paruman berlangsung, Penghulu Desa Adat Kubutambahan Jero Pasek mengatakan, berdasarkan awig-awig, krama di desa adat Kubutambahan dibedakan dalam beberapa komponen yakni  krama linggih, latan dan sampingan. Tugas, fungsi, hak dan kewajiban masing-masing komponen berbeda-beda.

Krama linggih tugasnya mengadakan rapat, memberikan suara dalam pengambilan keputusan, termasuk sumber dana milik desa dikelola oleh krama desa linggih. Sementara krama latan dan sampingan punya tugas dan fungsi untuk ngayah. 

“Hasil paruman agung ini wajib disiarkan oleh krama linggih kepada keluarga, krama latan dan linggih,” jelasnya.

Warkadea menyebut, sebagai Kelian Desa Adat telah berusaha memperjuangkan aset milik desa adat, seperti pasar, kantor dan tanah.  Persoalan kemudian muncul setelah muncul isu rencana pembangunan bandara di lahan milik Desa Adat Kubutambahan.

“Mohon maaf, dari pada lahan duwen pura hilang, lebih baik tidak ada bandara di wilayah kami. Saya berusaha menyelamatkan aset milik desa adat,” imbuhnya.

Warkadea menambahkan, seluruh krama linggih yang hadir dalam paruman agung tersebut menyatakan sepakat untuk mempertahankan lahan duwen pura  agar tidak menjadi tanah negara.

Sementara itu Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng, Dewa Putu Budarsa meminta Desa Adat Kubutambahan merevisi awig-awig desa adat Kubutambahan. Revisi itu agar secara tegas menjelaskan tugas masing-masing komponen masyarakat baik linggih, latan maupun sampingan agar kejadian serupa tidak terjadi. Sementara untuk urusan asset tanah, MDA Kabupaten Buleleng tidak akan mencampuri urusan tersebut.

” Jadi di awig-awig itu harus ditulis dengan jelas tugas dan wajiban krama linggih, latan maupun sampingan apa-apa saja.,” singkatnya. |ET|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts