Rembug Cipayung Plus Bali Minta PPKM Dievaluasi

Aktivis dari Cipayung Plus Bali |FOTO : Luh Sinta Yani|

Singaraja, koranbuleleng.com| PPKM mengalami perpanjangan secara berlanjut untuk menekan jumlah kasus COVID-19. Namun pada kenyataanya, angka COVID-19 di Bali belum menunjukan penurunan yang signifikan. Kondisi itu harus bisa dievaluasi secara total dan penting untuk disuarakan sebab menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat luas. Maka dari itu, Cipayung Plus Bali menggelar diskusi sebagai langkah untuk mengevaluasi kebijakan PPKM dan memberikan solusi dalam penanganan pandemi COVID-19 dari perspektif masyarakat sipil, Minggu, 22 Agustus 2021. 

- Advertisement -

Berdasarkan hasil kajian di internal Kelompok Cipayung Plus Bali, secara filosofis, Negara diciptakan untuk menyelesaikan masalah-masalah masyarakat, serta kembali pada konstitusi bahwa kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan keadilan adalah hak setiap warga Negara, dan Negara melalui pemerintah harus bertanggungjawab atas pemenuhan hak-hak tersebut. Diskusi Cipayung Plus Bali yang tetap memperhatikan protokol kesehatan, memiliki harapan dari diskusi ini dapat diketahui dampak yang ditimbulkan dari kebijakan PPKM yang tidak kunjung selesai, baik secara ekonomi maupun perubahan sosial masyarakat. 

Peneliti dari Bali Science Institut, Made Ferry Kurniawan, S.Pd, mengungkapkan perpanjangan PPKM ini sifatnya sangat mekanis. Masyarakat terkukung dalam sebuah situasi yang tidak ada ujung pangkalnya. Salah satu hal yang paling menyerang dalam konteks PPKM ini adalah membatasi manusia yang sifatnya homofaber, yaitu makhluk yang memiliki esensi sebagai seorang pekerja. PPKM menunjukan situasi kedaruratan dalam aspek kesehatan, ekonomi dan sosial.  “Secara sosiologis, PPKM ini harus di evaluasi, karena memang PPKM ini salah satu fakta sosial,” ujar Ferry.

Menurut Ferry, PPKM ini lebih cenderung bersifat represif, sehingga menimbulkan kepatuhan masyarakat yang temporer. Jika ada aparat yang menertibkan masyarakat, kepatuhan tersebut hanya berlaku dalam jangka waktu yang sangat pendek.

Solusinya adalah pemerintah harus melakukan pendekatan secara partisipatoris, yang artinya tidak menggunakan kekerasan, mengajak masyarakat untuk terlibat langsung. Artinya, mengajak semua elemen untuk bersama-sama mengatasi pandemi ini, pemerintah tidak dominan membuat aturan kemudian langsung diterapkan, karena itu pasti akan ditolak. “Masyarakat tidak dilibatkan langsung sehingga masyarakat tidak memiliki rasa empati atau rasa memiliki terhadap aturan tersebut.” papar Ferry. 

- Advertisement -

Sementara itu salah satu pelaku usaha, I Ketut Sae Tanju, S.E., M.M menyatakan pemuda dan masyarakat jangan terlalu membebankan kondisi ini kepada pemerintah, namun saat ini justru waktunya untuk seluruh elemen masyarakat bergotong royong saling membantu untuk bisa hidup dan beradaptasi di tengah situasi sulit seperti ini.

Koordinator Rembug Cipayung Plus Bali,  Arya Gangga menyampaikan diskusi ini menjadi awalan untuk melanjutkan sikap-sikap ke depannya. Rembug pemuda ini sebagai bentuk pelayanan dan pengabdian pemuda kepada masyarakat sekaligus keberpihakan pemuda ketika melihat bahwa masyarakat telah jenuh.

“Kelompok Cipayung Bali tidak akan pernah berhenti sebelum mendapatkan kejelasan dari pemerintah terkait dengan kebijakan PPKM yang dirasa tidak memperhatikan kondisi masyarakat yang ekonominya lemah.” ujar Arya Gangga. |SY|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts