Tubuhku Hanya Objek Kanvas || Ni Pollok Model Dari Desa Kelandis

Bicara seni berarti bicara keindahan. Sebuah keindahan akan digunakan untuk mengukur hasil sebuah karya sudah tercapai atau belum. Keindahan tersebut akan berbeda-beda tiap karyanya. Seorang pelukis dari Belgia yang bernama Le Mayeur mematok model lukisannya melalui tokoh Ni Pollok. Gadis cantik yang lahir tanggal 03 Maret 1917 di Banjar Kelandis itu terpilih sebagai penari legong Keraton di desa kelahirannya. Kecantikan dan keanggunan dalam menari, menggugah hati Le Mayeur untuk menjadikan model lukisannya.

Tahun 1932, adalah tahun yang mulai membuka kehidupanku. Kisah cinta tumbuh ketika pertemuan pertama Le Mayeur dan Ni Pollok pada tanggal 02 Nopember 1974 saat Le Mayeur menginjak kaki di Bali. Berkutik dengan seni menari adalah julukan yang cocok untuk Ni Pollok. Namun, seiring berjalannya waktu hubungan antara Le Mayeur dan Ni Pollok menjadi lebih intim kemudian dilanjutkan ke jenjang pernikahan pada tahun 1935 tanpa hadirnya seorang anak.

- Advertisement -

“Kalau Pollok mengandung, tubuhmu nanti berubah dan jelek. Pollok tidak bisa lagi menjadi model,”.

“Biarlah kita korbankan hidup kita seluruhnya buat seni, Pollok……”

Banyak orang berbicara terkait keindahan tubuh yang dimiliki oleh Ni Pollok. “Lihatlah, Pollok semakin cantik!”. Namun tidak dengan Le Mayeur, yang senantiasa cukup akan keindahan tubuh yang dituangkan dalam sebuah kanvas. “Apakah benar aku ini cantik?”, “Apakah benar Le Mayeur mencintaiku hanya karena ketulusanku, atau ia menikahi aku hanya karena aku cocok untuk jadi modelnya, bukan karena cinta?. Apakah tubuh wanita ini hanya buat seni?, apakah buah dadaku yang sehat dan indah ini hanya buat seni? Tidak buat anak, makhluk kecil tercinta?.

Aku bertanya-tanya sendiri, mengapa ia sebagai seorang manusia yang normal tidak merindukan anak?. Le Mayeur laki-laki yang memiliki paras yang tampan, namun ia kikir akan harta. Engkau tak mau tahu, tak bisa mengerti bahwa kebahagian seorang wanita yang sesungguhnya ialah apabila ia sedang meminang anak, memeluk makhluk kecil itu pada dadanya, atau mengelus-elus di pangkuannya. Menjual tubuh seorang wanita, melarang hak wanita untuk menyusui.

- Advertisement -

Bagi Pollok melahirkan seorang anak menjadikan kita sebagai wanita sejati. Dan Le Mayeur merampas semua itu dari Ni Pollok. Hak yang seharusnya ia berikan kepada Pollok hilang begitu saja dengan embelan “Sembilan bulan lama sekali, dan tubuhmu akan rusak, tidak seindah semula”. Hanya terlena dengan tubuh telanjang dada, cukup dengan uang, seni, dan seni. Seorang istri? Bagi Le Mayeur hanya cocok untuk dijadikan sebagai buruh seni ketimbang memberikan hak-hak wanita untuk menyusui.

Ni Pollok memang model yang unik dengan bentuk tubuh yang menarik, tapi sebagai seorang suami Le Mayeur lupa akan kewajibannya sebagai seorang ayah. Mungkin, dalam benak Le Mayeur seorang anak itu tidak penting dan tidak bermanfaat bagi kehidupannya selain menghasilkan sebuah karya. Anak? Manakah yang lebih mulia di dalam hidup ini, seni ataukah anak? Mengapa seni harus lebih mulia dari anak, atau anak dari seni, tidakkah keduannya bisa dipadukan? Bukan berarti melahirkan seorang anak akan membuat tubuh wanita jelek, tapi itulah bukti bahwa wanita itu sempurna. Tapi Le Mayeur terlalu tergila akan tubuh yang Ni Pollok miliki.

Tapi… apakah aku telah mengenal diriku dengan baik? Apakah aku telah mengenal hidupku dengan baik? Hidup, hidupku, untuk apakah hidupku ini sebenarnya? Hidup, hidupku, untuk apa? Hanya untuk dituangkan ke atas kanvas dari hari ke hari, setiap hari?. Hanya untuk duduk, berbaring, memetik bunga, menenun, berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, bertahun-tahun, entah sampai kapan!. Itukah hidup yang harus kujalani dan harus kumiliki?. Terobsesi dengan tubuh wanita tidak pantas disebut dengan cinta. Cinta tak hanya cukup dengan kata saja.

Tapi rasa cinta itu bisa kita lihat sebagai wujud seorang anak. Setia? Memang setia, tapi hanya kepada seni bukan kepada istri. Apakah bentuk tubuh yang menarik harus di museumkan untuk asumsi pribadi? Apakah rasa sayang bisa diungkapkan hanya dengan kata “aku mencintaimu karena kejujuran yang engkau miliki?”. Sungguh pengungkapan cinta yang diluar ranah masyarakat. Sejalan dengan permasalahan tersebut, apakah Le Mayeur paham akan makna anak sesungguhnya bagi wanita?

Le Mayeur memang hidup di keluarga yang berada, dengan tunjangan pendidikan yang tinggi tanpa adanya permasalahan hidup, tapi adakah permasalahan yang melatar belakangi maksud dan tujuan Le Mayeur mengutuk Ni Pollok untuk menjadi seorang ibu? Tidak cukup dengan lantunan kata manis di setiap pose lukisannya, tapi apakah seorang buruh seni bisa meminta lebih dari material kepada tuannya? Menyusui adalah impian Ni Pollok, keagungan akan cinta yang Le Mayeur berikan hanya formalitas semata. Keseharian Le Mayeur hanya dikuliti dengan seni, lukisan, dan nafsu akan tubuh perempuan. Tubuh yang menarik harus dinikmati sendiri. Ia hanya mampu melihat keindahan tubuh itu, tanpa menyentuhnya sedikitpun.

Jika hidup Le Mayeur tidak luput dengan seni. Adakah kesempatan bagi seorang buruh bisa menyusui? Cinta akan tubuh wanita memang harga yang mahal, menikmatinya dengan telanjang tanpa berani menyentuhnya. Sungguh fenomena yang singkat, tapi terlintaskah di benak kalian apa yang menjadi latar belakang Le Mayeur enggan untuk memiliki seorang anak? Apakah cinta akan keindahan tubuh yang Le Mayeur rasakan pantas untuk kita sebut dengan cinta atau hanya nafsu belaka?. (*)

Penulis : I Gusti Ayu Putri Indrawati (Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha)

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts