Suyasa Sempat Diperiksa Kejagung, Jawab 10 Pertanyaan Penyidik

Singaraja, koranbuleleng.com | Sekretaris Daerah Kabupaten Buleleng menjawab sekitar 10 pertanyaan dari Jaksa Penyidik, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI sebagai saksi dalam kasus korupsi yang menjerat Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Buleleng, Fahrur Rozi. 

Puluhan pertanyaan itu terkait kapasitasnya sebagai Mantan Kepala Disdikpora Buleleng pada tahun 2017. Suyasa mengakui telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam pada tanggal 1 Agustus lalu. 

- Advertisement -

Namun Suyasa tak merinci puluhan pertanyaan yang diajukan Jaksa Penyidik terhadapnya. Hanya saja, dia menegaskan jika pertanyaannya terkait dengan proses pengadaaan buku ke sekolah-sekolah dan Perbekel di Buleleng.

“Ada 10 lebih pertanyaan. Yang jelas pertanyaan semua sudah saya jawab sesuai yang saya ketahui. Nanti kalau ada yang kurang, pasti dipanggil lagi,” kata Suyasa.

Seperti diketahui, Kasus Pengadaan Buku di Buleleng itu terjadi pada tahun 2017. Pada waktu itu, sejumlah pihak dituntut untuk menganggarkan pengadaan buku yang yang didanai dengan menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) ataupun Biaya Operasional Sekolah (BOS), kepada dinas pemerintahan daerah setempat hingga ke desa-desa. Informasi yang didapat pada waktu itu, pihak desa dipaksa menyiapkan anggaran kurang lebih Rp50 juta setiap desa.

Dari informasi yang didapat, untuk melancarkan aksinya Fahrur selama menjabat di Kabupaten Buleleng kerap melakukan intimidasi terhadap sejumlah Pejabat hingga Perbekel dan pengusaha di Kabupaten Buleleng.

- Advertisement -

Bahkan, mantan Perbekel Dencarik Made Suteja yang paling getol menolak pengadaan buku itu diduga menjadi korban kesewenangan jabatan Fahrur Rozy selama menjabat di Kabupaten Buleleng. Suteja pada waktu itu pun ditahan 1 tahun penjara akibat korupsi APBDes di tahun 2015-2016 senilai Rp149 juta.

Suteja yang juga Mantan Ketua Forum Komunikasi Desa dan Kelurahan (Forkomdeslu) Buleleng menyebut jika kala itu sempat menolak untuk melakukan pengadaan buku pada tahun anggaran 2017 lalu, lantaran takut menjadi temuan BPK. Pasalnya seluruh desa rata-rata belum memiliki gedung perpustakaan. 

Disamping itu, Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat kabupaten sudah final. Sehingga para perbekel tidak dapat mengubah anggaran untuk pengadaan buku tersebut.

“Kalau kami ikuti perintah dia (Fahrur Rozi), dia pindah tugas sebagai Kajari, kami yang jadi sasaran BPK, karena gedung perpustakaan saja belum punya kok beli buku,” terang Suteja. 

Akibat penolakan tersebut, Suteja pun di jerat dengan dugaan perkara korupsi APBDes Dencarik tahun anggaran 2015-2016 senilai Rp 149 juta. Ats kondisi ini, dia pun beraharap kejadian yang menimpanya menjadi pembelajaran kepada masyarakat.

” Ya begitu lah kalau berpikir benar, tidak menjamin aman. Hukum bisa dikondisikan, mereka bisa menggunakan kewenangannya dengan sewenang-wenang. Baru sekarang akhirnya ada jawabannya, penegak hukum juga melanggar,”sesal Suteja.

Berita sebelumnya, Fahrur resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Dia ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung sejak 27 Juli 2023 untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.

Fahrur diduga menerima gratifikasi dengan total mencapai Rp 24 Miliar lebih sejak tahun 2006 hingga 2019 dari CV Aneka Ilmu, yang merupakan perusahaan percetakan dan penerbitan buku. Atas perbuatanya, Fahrur Rozi dijerat Pasal 12 B atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf e atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan total dugaan korupsi sebesar Rp 24,5 miliar. (*)

Pewarta : Edy Nurdiantoro

Editor : I Putu Nova Anita Putra

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts