Harga Nener Anjlok, Berdampak Pada Siklus Ekonomi Lain

Singaraja, koranbuleleng.com | Usaha nener (benih ikan) merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat di Buleleng bagian barat.

Namun, sejumlah pengusaha nener saat ini sedang tidak diberkahi harga yang baik. Harga nener sejak beberapa bulan terakhir anjlok di pasaran.

- Advertisement -

Terakhir kali harga nener melambung tinggi pada bulan Januari sampai bulan April. Namun mulai memasuki bulan Mei sampai saat ini di bulan Desember tahun ini, harga nener masih belum menunjukkan harga yang tinggi.

Gede Alit Arsono Widodo, salah satu suplayer nener dari Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak, mengatakan bahwa salah satu penyebab turunnya harga nener karena musim kemarau yang berkepanjangan. Alit sudah berkecimpung dalam bisnis nener sejak tahun 201. Harga nener yang diperoleh Dodo sebesar Rp10, itu artinya harga di tingkat petani lebih rendah dari harga tersebut.

Jika musim kemarau, permintaan pembeli dari Jawa menjadi sedikit, sebab air tambak yang digunakan untuk menebar nener di Jawa itu rata-rata menggunakan air laut. “Jadi nener yang ditebar di tambak akan kebanyakan mati karena salinitas air lautnya itu terlalu tinggi akibat dari suhu panas musim kemarau saat ini,” ungkap Alit Arsono Widodo yang akrab disapa Dodo, Jumat 1 Desember 2023.

Harga nener yang anjlok ini juga dirasakan para buruh di tambak-tambak nener. Bahkan, siklus ekonomi lain juga ikut terdampak oleh sunyinya harga nener.

- Advertisement -

Gede Swastawan seorang petani mengatakan harga nener di tingkat petani saat ini hanya Rp5, padahal bulan November sudah memasuki musim hujan namun harga nener tak kunjung membaik. Apalagi dengan harga telur sekarang Rp500 ribu yang terbilang mahal, sangat merugikan pelaku usaha nener.

Pedagang-pedagang di desa Penyabangan juga merasakan terkena imbas harga nener yang kacau. Salah satu pedagang, Suriani mengakui kalua harga nener yang sedang kacau mempengaurhi daya belaimasyarakat.Maklum, nener menjadi mata pencaharian dominan bagi warga di Buleleng barat,terutama di desa Penyabangan.  “Kalau harga nener turun, dagangan jadi sepi, biasanya saya menghabiskan 40 bungkus nasi jinggo, tapi semenjak harga nener turun, hanya 25 bungkus saja yang laku, kadang nasi jinggo saya pernah sisa 5 bungkus”. ujar dia.

Suriani juga mengaku pedagang lain juga merasa punya nasib selaras, seperti pedagang sayur yang sayur-sayurannya tidak terjual habis. “Rata-rata warga disini mata pencahariannya di tambak nener, jadi kalau harga nener anjlok, pedagang-pedagang sudah pasti kena dampaknya juga” tambah Suriani. (*)

Kontributor : Putri Manda

Editor          : I Putu Nova Anita Putra

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts